Mohon tunggu...
Santi Harahap
Santi Harahap Mohon Tunggu... Administrasi - Berjuang menegakkan kebenaran walaupun dengan Do'a

Berbagi walaupun hanya dengan satu kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sikapi Pemilu 2019, Ingat Kita Saudara

9 Mei 2019   23:51 Diperbarui: 10 Mei 2019   00:30 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Puncak rangakaian Pemilu baru saja selesai dilaksanakan 17 April kemarin. Namun proses penghitungan suara masih berlangsung. Kita lihat di televisi proses Quick Count sudah mulai ditamplikan tidak sedikit yang memperdebatkan dan menyangkal. Dalam dunia demokrasi semua boleh - boleh saja berpendapat semua bebas mengutarakan ide dan pemikirannya. Tapi tetap budaya pancasila sebagai cerminan budaya ketimuran tetap harus dijunjung tinggi. Oleh karena itu sangat disayangkan jika ada anak bangsa yang masih membuat letupan -- letupan untuk memanas manasi situasi saat ini.

Kita perlu sadari Indonesia membangun Demokrasi melalui jalan panjang dan tidak mulus, jalan demokrasi Indonesia dibangun dengan darah dan air mata mulai dari proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 Negara Indonesia lahir pemilu pertama baru bisa dilaksankan pada tahun 1955 dan pemilu 2019 saat ini merupakan yang ke 12. Sebuah jalan panjang bangsa kita dalam membangun kedaulatan suara rakayat dalam proses demokrasi.

Perlu kita cermati bersama bentuk tingkah laku yang tidak legowo, tidak sprotif dan skeptis terhadap hasil pemilu menandakan ketidak dewasaan anak bangsa dalam merespon hasil pemilu yang belum dirilis resmi oleh KPU sebagai lembaga negara yang dipercaya negara untuk menyelenggrakan pesta demokrasi dan menjaga kedaulatan suara rakyat dalam bentuk Pemilu.

Negara kita berlandaskan hukum dan memiliki atauran -- aturannya, bukan negara bar-bar yang tidak berlandas hukum. Jika tidak sesuai bisa di proses secara hukum, bila tidak setuju bisa berdiskusi untuk cari solusi bukan memprovokasi dalam bentuk aksi yang bisa berujung anarki.

Kita ingat bersama moment pemilu ini moment pesta demokrasi adalah moment silahturahmi anak bangsa bertemu bersama di TPS untuk menentukan pilihannya. Moment cerminan luhurnya budaya bangsa dalam bentuk demokrasi Pancasila dengan semboyan bhineka tunggal ika.

Kita boleh berbeda pilihan, kita boleh berbeda pendapat, kita boleh berbeda keberpihakan politik dalam pemilu ini, tapi kita satu hati, kita satu bahasa, kita satu tanah air dan kita satu bangsa, Bangsa Indonesia. Persatuan dan kesatuan bangsa yang utama. Hati boleh curiga, logika boleh tidak percaya, tapi kita anak bangsa kita adalah saudara satu tanah air INDONESIA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun