[caption id="attachment_401809" align="alignleft" width="201" caption=""][/caption]PAN, BESAN & REPARASI PARTAI ISLAM
Oleh: Suratno
Dosen Universitas Paramadina Jakarta
Seorang teman bertanya pada saya; pelajaran apa yang bisa diambil dari terpilihnya Zulkifli Hasan sebagai ketua umum PAN periode 20015-2019. Secara berkelakar saya menjawab “klo mau jd ketua umum parpol, hati-hati dalam memilih besan”, hehe.
Zulkifli menang menjadi ketum PAN (meski menang suara tipis dari Hatta Rajasa), salah satunya, karena dukungan kuat sang besan Amien Rais. Futri Zulya anak Zul menikah dengan Mumtaz Rais anak Amien. Memang julukan Amien Rais sebagai king-maker sudah teruji dibeberapa peristiwa politik dan kali ini dia lagi-lagi membuktikan kepiawiannya. Tentu ini bukan satu-satunya faktor. Banyak factor lainnya termasuk dukungan Sutrisno Bachir. Zul memang bukan politisi-cum pengusaha seperti Hatta, tapi dengan dukungan Sutrisno yang pengusaha problem terkait “modal” dalam pencalonannya sebagai ketum PAN bisa di atasi. Sutrisno sendiri sebelumnya sudah di prediksi akan memberi dukungan pada Zul karena rivalitas politiknya dengan Hatta di masa lalu.
Sementara itu, dari aspek kepemimpinan, Hatta memang dikenal pandai memenej komunikasi politiknya sehingga PAN sebagai partai medioker/tengah menjadi luwes-bergaul dengan parpol-parpol lain terutama di KMP. Akan tetapi di internal PAN muncul suara-suara sumbang dari DPD dan DPW yang mengkritisi kepimpinan Hatta yang dianggap cenderung agak tertutup. Selama era Hatta banyak kebijakan-kebijakan PAN yang dianggap DPD dan DPW kurang egaliter dan bersifat sentralistik. Misalnya kuatnya pengaruh adik Hatta Hafidz Thohir dalam pengambilan keputusan PAN. Sifat sentralistik juga muncul dalam penentuan siapa kader PAN yang akan maju sebagai gubernur, bupati, walikota dan sebagainya. Walhasil di era kepemimpinan Hatta, PAN seperti bergeser dari partai reformis yang berbasis perkaderan menjadi partai konservatif yang berbasis elitisme.
Dalam situasi seperti itu, Zul datang ke pencalonan ketum PAN dengan gagasannya tentang kepemimpinan terbuka. Salah satunya dengan ide konvensi calon presiden dan sebagainya yang memungkinkan proses-proses politik di internal PAN berlangsung lebih demokratis. Ini seperti jawaban terhadap kritik DPW dan DPD pada Hatta yang justru makin menguatkan pencalonan Zul. Posisi-politik Zul yg agak dekat ke pemerintah Jokowi-JK jg bs menjadi factor positif bg prkembangan PAN. Lambat lain parpol ini bisa bergeser dari “opisisi” menjadi koalisi pemerintah dan tentunya posisi ini akan memberi keuntungan-keuntungan politik & ekonomi bagi PAN.
Lebih dari itu, sependek amatan saya, dibanding Hatta, Zul juga lebih dekat dengan (tokoh-tokoh) Muhammadiyah, ormas Islam yang merupakan “orang-tua kandung” PAN. Setidaknya dukungan kuat yang ditunjukkan Ketua dan mantan ketua Muhammadiyah, Prof. Din Samsuddin & Prof Buya Syafii Maarif bisa mengkormasi hal itu. Dukungan mereka penting, tidak hanya terkait (dalam jangka panjang untuk mengembalikan) banyak pemilih Muhammadiyah yang lari dari PAN ke partai lain (jadi agar warga Muhammadiyah nantinya “balik-kandang”), tetapi lebih dari itu juga diharapkan ruh/spirit Muhammadiyah bisa di implementasikan oleh PAN melalui jalur politik. Muhammadiyah sebagai salah satu pilar Islam Indonesia komitmennya terhadap toleransi agama, demokrasi, kemanusiaan, dukungan pada kelompok minoritas dan lain sebagainya sudah tidak diragukan lagi. PAN dibawah kepemimpinan Zul seyogyanya bisa mengimplementasikan komitmen-komitmen mulia Muhammadiyah tersebut lewat jalur politik. Jamak di ketahui, ketika marak terjadi kekerasan antar agama, persekusi pada kelompok minoritas tertentu, partai-partai Islam seperti diam-seribu-bahasa. Oleh karena itu, kinerja partai-partai Islam seperti PAN yang masih “memble” ini bagaimanapun harus segara diperbaiki, dan dukungan ormas Islam besar seperti Muhammadiyah dirasa akan membawa dampak signifikan.
Selain itu Muhammadiyah juga sangat konsern dengan pemberantasan korupsi. Seperti Muhammadiyah, PAN juga harus benar2 bisa menunjukkan taringnya dalam hal tersebut. Masih maraknya perilaku korup dikalangan sebagian politisi partai-partai Islam (termasuk PAN) harus segera bisa dieprbaiki. Selain itu, komitmen PAN dalam pemberantasan korupsi juga harus ditunjukkan dengan mendukung pihak-pihak yang terkait dalam pemberantasan korupsi.
Walhasil dengan hal-hal tersebut di atas diharapkan PAN dibawah kepemimpinan Zul bisa memperbaiki citra dan kinerjanya. Sindiran sebagian orang tentang PAN sebagai ”Partai Artis Nasional” harus segera di jawab dengan langkah-langkah kongkrit yang positif. Secara pribadi, Zul juga harus hati-hati jangan sampai terulang kejadian seperti Rasyid anak Hatta Rajasa yang mobilnya menabrak orang dan proses peradilannya ”nggak-jelas” sehingga dianggap menciderai rasa keadilan masyarakat. Terkait kasus tersebut, Zul harus selalu ingat Nabi Muhammad SAW bahkan rela untuk ”memotong-tangan” anaknya sendiri, jika ketahuan mencuri. Pemimpin tidak cukup hanya tegas dan demokratis, tapi juga harus menunjukkan komitmennya tentang keadilan, baik pada orang-orang yang dipimpinnya maupun pada masyarakat luas.
Selamat utk Zul dan PAN, semoga benar-benar amanah sesuai nama partainya!