Di tengah berbagai nasihat yang sering diberikan kepada ibu hamil, kita sering mendengar saran untuk membaca doa-doa khusus agar anak yang dilahirkan menjadi anak yang saleh dan penuh berkah. Namun, apakah hal ini memang diatur dalam Islam, atau hanya sekadar kepercayaan budaya?
"Nanti Saja Setelah Lahir" dan Sibuk Oversharing di Media Sosial
Banyak orang menganggap doa dan amalan untuk kebaikan anak dimulai setelah bayi lahir, dengan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Tapi sayangnya, ada kekeliruan besar di sini. Islam mengajarkan bahwa perhatian terhadap anak dimulai jauh sebelum kelahirannya, bahkan sejak dalam kandungan. Ada banyak amalan yang bisa dilakukan oleh ibu hamil untuk mendoakan anaknya, namun ironisnya, kesadaran akan hal ini sering terlewatkan.
Di era digital, kesalahan ini diperburuk dengan kecenderungan orangtua, terutama ibu hamil, yang sibuk oversharing di media sosial. Mereka lebih fokus pada tampilan eksternal, seperti memamerkan foto baby bump, membeli perlengkapan bayi, atau mengikuti tren gender reveal daripada mempersiapkan mental dan spiritual. Tentu berbagi kebahagiaan itu wajar, namun jangan sampai lupa untuk memperbanyak doa dan amalan, yang sejatinya lebih penting dalam membentuk generasi saleh.
Apakah kamu pernah melihat seorang ibu hamil yang dengan santai berkata, “Nanti saja doa-doanya, setelah lahir baru fokus”? Padahal, Nabi Ibrahim telah mengajarkan kita pentingnya berdoa untuk anak bahkan sebelum mereka hadir di dunia. “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat...” (QS. Ibrahim: 40).
Bukankah itu menunjukkan bahwa doa bukanlah perkara yang bisa ditunda?
Sebut saja Aisyah, pernah berbagi pengalamannya yang cukup membuka mata. Saat hamil anak pertamanya, dia fokus pada kebutuhan fisik seperti menjaga pola makan dan istirahat yang cukup. Namun, satu hal yang dia akui terlewat adalah memperbanyak doa dan amalan ibadah. Ketika anaknya lahir, Aisyah baru merasa ada sesuatu yang kurang.
Saat hamil anak kedua, dia memutuskan untuk mengubah pendekatannya. Setiap hari, dia membaca surat-surat pilihan dari Al-Qur’an seperti Al-Fatihah, Al-Ikhlas, dan Al-Insan untuk kebaikan anaknya. Dia juga berdoa memohon agar anak yang dikandungnya kelak menjadi anak yang saleh. Hasilnya? Tidak hanya dia merasa lebih tenang selama kehamilan, tetapi dia juga melihat perubahan positif pada anak kedua setelah lahir — lebih tenang, lebih cepat merespon doa dan bacaan Al-Qur’an.
Ini bukan sekadar kisah pengalaman pribadi, tetapi cermin dari apa yang diajarkan Islam tentang pentingnya amalan selama kehamilan.
Apa yang Dianjurkan dalam Islam?