Saya tahu akan disebut pengkhianat kalau menulis surat kaleng ini. Saya ambil risiko itu. Kata hati mendesak saya membuka ini ke publik. Toh Pak Ketua Komisi VI Ir. H. A. Hafisz Tohir juga muak melihat kelakuan Aria Bima yang jadi bandar bagi-bagi duit Rp 1 M kalau dukung Swap Mitratel.
Kami di Komisi VI DPR RI sebenarnya menolak tukar guling PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel). Sederhana saja alasan kami, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) adalah BUMN. Maka Mitratel sebagai anak perusahaan Telkom adalah aset negara. Bagi kami, aset negara sebaiknya tidak dijual murah. Pilihan IPO Mitratel lebih menarik bagi kami ketimbang tukar guling (Swap).
KPK telah menelaah dugaan kerugian negara jika Mitratel dijual dengan metode tukar guling (swap). Hasil penghitungan KPK, kerugian negara akibat tukar guling Mitratel mencapai Rp 11 T. Sayang sekali pimpinan baru KPK berubah haluan. Komisioner KPK pecah kongsi. Plt Pimpinan KPK Taufiequrrahman Ruki, Indriyanto Senoadji dan Zulkarnain memutarbalikkan fakta dengan mengatakan swap Mitratel tidak merugikan negara. Sebaliknya, Pimpinan KPK Adnan Pandu Praja dan Johan Budi masih berpegang pada fakta swap Mitratel merugikan negara Rp 11 T.
KPPU juga telah melakukan audit sendiri. Hasilnya tak beda, Komisioner KPPU juga pecah kongsi. Komisioner KPPU Muhammad Nawir Messi, Tresna Priyana Soemardi dan Syarkawi Rauf mengatakan tak ada masalah dalam swap Mitratel. Sebaliknya, Komisioner KPPU Munrokhim Misanam, Saidah Sakwan dan Kamser Lumbanradja menyatakan ada indikasi mengarah pada monopoli jika PT Tower Bersama Infrastructure (TBI) menjadi pemilik baru Mitratel.
Hasil audit BPK hasilnya lebih solid menyatakan tak ada kejanggalan dan potensi kerugian negara di swap Mitratel antara Telkom dengan TBI.
Saya pikir, kuat juga lobi-lobi Telkom hingga bisa memecah Komisioner KPK dan KPPU serta mendapat dukungan penuh dari BPK.
Kami di Komisi VI juga dipecah belah oleh Telkom. Duit telah memecah belah suara Komisi VI soal swap Mitratel. Pak Ketua Komisi VI Ir. H. A. Hafisz Tohir mengatakan ada pimpinan dan anggota Komisi VI yang sudah dibeli Telkom. Penawarannya lumayan, kira-kira Rp 1 M bagi setiap anggota yang mau dukung swap Mitratel. Itu angka kalau tidak dipotong Aria Bima.
Semua anggota Komisi VI tahu betul kalau uang pemulus (suap) dibandari Aria Bima akan kena potong besar. Rakus dia. Aria Bima suka main potong. Lucunya, anggota Komisi VI yang biasa terima suap, malah tolak tawaran Aria Bima karena tahu potongannya besar sekali.
Saya sendiri ada di sebuah ruangan yang diatur Aria Bima bersama sejumlah anggota Komisi VI beberapa waktu lalu. Belum saatnya saya buka lokasi dan nama-nama yang ada di ruangan itu di surat kaleng pertama. Nanti akan ada waktunya.
Disana Aria Bima memberi arahan agar Komisi VI mendukung sepenuhnya swap Mitratel. Usai memberi arahan, Aria Bima memberi angpao pada seluruh anggota di ruangan itu. Beberapa, termasuk saya menolak angpao Aria Bima dari Telkom. Tapi informasi dari mereka yang terima, angpao itu berisi USD 10.000. Aria Bima menjanjikan angpao USD 100.000 buat tiap anggota jika hingga akhir Juni 2015 Komisi VI berhasil meloloskan swap Mitratel.
Suap Aria Bima sukses. Komisi VI seharusnya mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dari Komisaris Telkom pada 4 Juni. Batal dengan penjelasan harus mengadakan Rapat Paripurna. Lalu dijadwalkan lagi RDP memanggil Komisaris Telkom pada 8 Juni. Batal lagi dengan penjelasan lebih penting membahas alokasi dana APBN untuk BUMN.