Mohon tunggu...
Suratim Muhammad
Suratim Muhammad Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seorang Tunanetra yang berusaha hidup mandiri dengan menjadi entrepreneur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Senandung Buruh Kecil

1 Mei 2014   14:09 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:59 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

belum usai butir embun membasuh bahu dedauanan
langkah si kecil tertatih, menyisir tepi trotoar beku tanpa senyum.
Sesekali mata sayunya menatap mesin beroda yang angkuh
berlari terburu, pun tanpa gurat-gurat senyum.
Sebatang rumput kering yang menyelip di sela jembatan batu
kering mengerontang tak lagi menebarkan aroma.
Rengek si buah hati dan keluh sang ibu
bekal ransum yang musti dibawanya.

Asa…
ada bisikan lirih yang menyeruak dari lorong jiwa
masihkah ada asa?
aku cuma buruh kecil, gumamnya.
Teriakanku membumbung tinggi ke langit tujuh,
tapi, siapa yang mendengarnya?
aku sendiri saja tak bisa mendengar gemanya..

Suaraku yang riuh, gaduh dan bertalu, terkubur dalam arogansi dentuman paku bumi.
Tuhan…
kitab suciMu mengisyaratkan Kau tak berjarak
Aku cuma buruh kecil, gumamnya.
kalo tetes air mata tak bisa menjadi kunci pembuka pintu arasy-Mu
biarlah rintih tersimpan pada sela biji-biji tasbih
sementara di bumi,
jerit dan suara terhimpit pondasi beton tirani.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun