Kisah Bima mencari tirta pawitra (air kehidupan) dalam lakon wayang cerita Dewaruci secara filosofis melambangkan bagaimana manusia harus menjalani perjalanan batinnya sendiri guna menemukan identitas diri sejatinya. Pencarian sangkan paraning dumadi : asal dan tujuan hidup manusia Darimana asalku ? Untuk apa di dunia ini ? Kemana tujuanku ini ? Pertanyaan itu harus dijawab sendiri oleh manusia, oleh karennya Bima melakukan perjalanan guna mendapatkan jawabannya. Jalan menuju Tuhan yang ditempuh oleh Bima disebutkan melalui empat tahap, yaitu: sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa, dalam bahasa keislaman di kenal dengan syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Beberapa guru spiritual dijawa menambahkan dengan mahabbah atau cinta kasih pada hasil akhir dari 4 tahap proses pencarian tersebut. Tokoh Bima dalam cerita Dewaruci digambarkan sebagai murid ia demikian taat. Kepercayaannya, Keyakinannya pada sang guru sedemikian kuatnya. Sehingga apa yang diperintahkan oleh sang guru itu yang akan dilakukan oleh Bima, hal ini adalah mutlak bagi seorang murid untuk dapat meningkatkan evolusi batinya. Sewaktu ia dicegah oleh saudara-saudaranya agar tidak menjalankan perintah gurunya, Pendeta Durna, ia tidak menghiraukan. Ia segera pergi meninggalkan saudara-saudaranya di kerajaan guna mencari tirta pawitra. Sehabis berperang melawan Raksasa Rukmuka dan Rukmakala di Gunung Candramuka Hutan Tikbrasara, Bima kembali kepada Pendeta Durna. Air suci tidak didapat. Ia menanyakan di mana tempat tirta pawitra yang sesungguhnya. Pendeta Durna menjawab, “Tempatnya berada di tengah samudra”. Mendengar jawaban itu Bima tidak putus asa dan tidak gentar. Ia menjawab, “Jangankan di tengah samudra, di atas surga atau di dasar bumi sampai lapis tujuh pun ia tidak akan takut menjalankan perintah Sang Guru”. Ia segera berangkat ke tengah samudra. Semua kerabat Pandawa menangis mencegah tetapi tidak dihiraukan. Bima berserah diri jiwa raga secara penuh kepada guru, mengikuti petunjuk guru meski sebelumnya sang guru mengatakan tempat tirta pawitra ada digunung Candradimuka dekat Hutan Tikbrasara, air suci disembunyikan oleh 2 orang raksasa Rukmuka dan Rukmakala. Namun setelah melalui pertempuran yang panjang Bima berhasil membunuh kedua raksasa itu, air kehidupan masih belum dapat ia ketemukan. Bima tidak komplen kepada sang guru, ia meyakini sang guru memiliki maksud lain yang belum dapat dimengerti olehnya. Bima tidak membiarkan kekecewaan membelenggu dirinya, dia meyakini ada maksud tersembunyi dibalik perintah-perintah sang guru. Di dalam samudra ini raga dan batin Bima ditempa, diriwayatkan Bima terombang ambing di dalam samudra, berkelahi dengan sekor naga raksasa yang merupakan manefestasi dari ketakutan Bima. Dan diatara mati dan hidup itu Bima pun berpasrah kepada sang pemilik hidup. Kemudian diriwayatkan Bima bertemu dengan Dewa Ruci, sesosok dewa yang mirip dengan dirinya namun hanya sebesar ibu jari. Sang Dewaruci (ruh suci) memerintahkan Bima agar masuk kedalam diri-Nya melalui lubang telinganNya sebelah kiri, Tanpa banyak Tanya, Bima pun langsung mematuhi perintah sang guru tersebut ia memasuki tubuh sang dewa melalui telinga kiriNya. Kisah Bima masuk dalam badan Dewaruci ini secara filosofis melambangkan bahwa Bima mulai berusaha untuk mengenali dirinya sendiri. Dengan memandang Tuhannya di alam kehidupan yang kekal, Bima telah mulai memperoleh kebahagian hakiki, kebahagian yang tidak berasal dari luar kebahagian yang berasal dari dalam dirinay sendiri. Segalanya telah hancur lebur kecuali wujud yang mutlak. Dalam keadaan seperti ini Bima menjadi fana ke dalam sang penciptanya. Manunggaling kawula Gusti, pamoring kawula Gusti, jumbuhing kawula Gusti. Amin, Semoga kita semua dapat merasakan apa yang dirasakan Oleh Bima. Dipublikasikan di http://www.facebook.com/su.rahman.full Diringkas dari beberapa sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H