Mohon tunggu...
Su Rahman
Su Rahman Mohon Tunggu... -

Hanya manusia biasa yang sedang mencari jalan untuk pulang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sinar Terang Tuhan Tetaplah Terang

7 Maret 2011   16:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:59 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1299514849207106393

“Wruhanira, mungguh sajatining pracaya iku ora dumunung aneng angen-angen kang kena rusak/ora langgeng, nanging dumunung aneng jiwa, mula banjur tinembungake, manawa thukuling piandel kang sanyata, iku saka antuk Nugrahaning Pangeran. Dadi pituduh kang bener utawa pepadhanging Pangeran iku iya mung gumantung marang kang padha anampani, yen sinawang nyata iya nyata, yen sinawang kaleru iya dudu, amarga iya mung Allah pribadi kang anguningani/nekseni, kang nyata lan kang dudu. Sajatine ora ana apa-apa, kang ana iku dudu.” (Kitab Panembah)

“Ketahuilah bahwa sejatinya percaya tidak terletak dalam angan-angan atau pikiran yang dapat rusak atau tidak abadi, tetapo terletak pada jiwa. Maka lalu dikatakan bahwa tumbuhnya kepercayaan yang benar adalah berkah anugerah Tuhan. Jadi, petunjuk benar atau Sinar Terang Tuhan hanyalah bergantung pada yang menerima, apabila dipandang nyata juga nyata , apabila di pandang keliru juga bukan. Sebab hanya Tuhan Pribadi yang mengetahui atau menyaksikan yang nyata dan yang tidak nyata.PADA HAKEKATNYA TIDAK ADA APA-APA, YANG ADA ITU TIDAK ADA” (Kitab Panembah)

Saya teringat sebuah kisah Mullah yang di ceritakan oleh bapak Anand Krishna, dari jendela apartmentnya setiap pagi Mullah selalu memperhatikan tetangganya yang sedang menjemur pakaian, komentar Mullah selalu sama, “Tetangga kita itu jorok sekali, tidak tahu cara mencuci pakaian, lihat saja masih kotor seperti itu sudah di jemur”

Tante Shakila yang setiap hari mendengar komentar Mullah bosan juga, kemudian pada suatu sora membersihkan kaca jendela yang biasa di dipergunakan Mullah untuk melihat atifitas tetangganya menjemur pakaian.

Esok paginya Mullah terheran-heran, komentarnya pagi ini pun berbeda “O, rupanya ada yang sudah mengajari tetangga kita untuk mencucu pakaian, lihat pakainnya hari ini bersih-bersih”

Tante Shakila yang biasanya diam, kali ini berkomentar. “Tidak ada yang mengajari mereka cara mencuci pakaian, aku yang mencuci jendela apartmen kita”

Dan seperti lah yang terjadi, apa yang saah menurut kita belum tentu salah. Apa yang kita anggap kotor juga belum tentu kotor. Dan apa yang kita anggap suci juga belum tentu suci. Kotor dan suci adalah merupakan hak dan wewenang Allah untuk memvonisnya. Begitu juga perihal keyakinan seseorang itu benar atau salah, hanyalah Allah yang mengetahuinya.

Semuany atergantung pandangan kita, tergantung penerimaan kita. Seperti televisi yang hanya menerima frekuensi penyiaran, hasil penerimaan sangat tergantungd ari antena, makin bagus antenna maka makin jernih gambar yang diterima. Dan hati kita adalah ibarat antenna tersebut, yang menerima caya Illahi. Makin bersih hati kita makin terang cahaya Illahi yang kita terima. Cahaya illahinya sendiri sebenarnya tak pernah berkurang, hanya antena hati kitalah yang tidak berfungsi dengan baik. Berkah kita artikan serapah, dan serapah kita artikan berkah.

Pertanyaanya adalah bagaimana kita tahu jika antena hati kita dapat berfungsi dengan baik menerima pancaran sinar Illahi ?, jawabannya sederahana seberapa dekat hati kita dengan cinta kasih. Makin dekat kita dengan cinta kasih, maka makin benarlah posisi antena kita. Sinar terang Tuhan tetap lah terang, jika kita merasakan di dalam kegelapan itu di karenakan ada yang tidak beres dengan antena penerimaan kita. Ada yang salah dengan pikiran kita sendiri.

Sesungguhnya tidak ada apa-apa yang ada itu adalah tidak ada, karena kita semualah yang mengadakan, pikiran kita yang mengadakan. Oleh karena ada yang mengatakan jadilah ADAM (KOSONG) jika ingin bertemu dengan HAWA (HIDUP). Tak ingin berpanjang-panjang merangkai kata tentang filsafat yang memang tidak ada artinya, pembahasan seperti itu sudah banyak yang membahas, saya teringat kepada pesan bapak Anand Krishna bahwa kita semua harus menyempatkan diri untuk diam dan masuk ke dalam keheningan batin sedikitnya 20 menit dalam sehari. Dan hanya itulah cara agar kita dapat menjadi kosong dan terisi oleh hidup.

Selamat memberdaya diri !.

= = = =

Di Publikasikan di :

http://www.surahman.com/

http://www.oneearthmedia.net/ind

http://www.facebook.com/su.rahman.full

http://www.kompasiana.com/surahman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun