Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Perempuan Bernama Nurbaya dari Desa Adu

10 April 2022   20:30 Diperbarui: 10 April 2022   20:38 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Andaikan orang terkasih tak dipanggil pulang oleh yang maha kuasa. Mungkin sejarah hidupnya akan berbeda. Tapi takdir berkata lain. Tuhan punya rencananya sendiri untuk hambanya. Menjalani hidup tanpa seseorang yang memberinya anak, tentu bukanlah hal yang mudah bagi perempuan seperti dirinya. Kenangan pahit masa itu masih segar dalam benaknya hingga kini.

Kisah itu di alami Nurbaya. Perempuan yang sudah berumur 50-an tahun ini, kini masih sendiri sepeninggal suaminya beberapa tahun yang lalu. Tepatnya tahun 2003. Tahun dimana ia di tinggal pergi oleh suaminya. Meninggal. Sebuah peristiwa ilahi yang di luar kendalinya. Mengantarkan suami di tempat terakhir merupakan satu hal tersulit dalam hidupnya.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Kepulangan sang suami di pangkuan sang khaliq, harus direlakannya. Takdir berpihak padanya, walau itu sulit di terimanya di awal-awal kepergian belahan jiwanya. Nurbaya harus membuka lembaran baru sepeninggal sang suami. Ia harus kuat. Bangkit. Ia memandang satu persatu ke empat anaknya yang masih belia. Faidin yang masih duduk di kelas 5 Sekolah Dasar kala itu, sementara Abdul  Farid  masih duduk di kelas 3 Sekolah Dasar,  Fadlun yang masih berumur 2 bulan dan Sabirin.
Pada mereka dirinya berjanji. Pada anak-anaknya yang masih membutuhkan belaian dan kasih sayangnya sebagai seorang ibu. Dia harus memulai semuanya dengan sendiri. Menjalani hari-hari dengan menguatkan anak-anaknya. Cinta kepada anaknya tak pernah pupus di makan rayap zaman. Sepenuhnya untuk anak-anaknya, buah cintanya bersama sang suami.
Dokpri. Abdul Farid
Dokpri. Abdul Farid
Karena tidak ada warisan suami berupa tanah dan ladang, Nurbaya memutuskan menjadi pedagang. Menjadi penjual keliling dari kampung ke kampung, dari gang satu ke gang yang lain. Ia menjajakan sandal yang diambilnya secara grosiran dari Kota Bima. Fadlun anaknya yang paling bungsu selalu menemaninya kala berjualan. Bahkan Faidin dan Abdul Farid ikut membantu pasca pulang dari sekolah.
Menjadi penjual adalah pilihan yang realistis baginya untuk memastikan dapurnya tetap mengepul. Dari hasilnya menjual, ia ingin memastikan ekonomi keluarga tetap bisa berputar. Terlebih untuk kebutuhan sehari-hari. Yang tak hilang darinya adalah memastikan anak-anaknya tetap mengenyam pendidikan. Mengenyam ilmu pengetahuan setinggi mungkin. Dunianya di masa lalu bisa saja 'gelap' dan terpuruk, tapi masa depan buat anaknya harus cerah. Harus gemilang, secercah sapuan mentari pagi menyapa semesta. Seindah bintang-bintang di langit. Semerbak harum bunga mewangi. Dan anak-anaknya harus menjadi orang sukses hingga berdiri di singgah sana kehidupan.
Dokpri. Abdul Farid
Dokpri. Abdul Farid
Karena harapan itu pula, anaknya yang kedua, Abdul Farid menautkan harapan melangkah kejenjang yang lebih tinggi, yakni di Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar. Niat itu awalnya sempat pupus di tahun 2012, karena kurangnya modal untuk membiayai kuliahnya. Jadilah Farid demikian panggilan anak keduanya ini, harus merantau ke pulau Kalimantan. Bahkan dirinya harus belajar banyak hal termasuk membawa mobil untuk menunjang keterampilan dirinya.
Namun setahun kemudian, tepatnya tahun 2013 dirinya akhirnya bisa menyandang status sebagai mahasiswa. Selama di kota Daeng,  Farid belajar dengan penuh kesungguhan untuk menyerap banyak pengalaman dan pengetahuan di tanah rantauan. Hampir tidak ada waktu yang terbuang percuma. Ia menempa diri dengan masuk di organisasi dan membangun jejaring.

Mungkin karena tekadnya yang kuat itulah, akhirnya Farid dapat menuntaskan studinya di tahun 2017 dengan membawa pulang gelar S.Pt. Ketika melihat anaknya yang mampu menyelesaikan studi tepat waktu, Nurbaya tak mampu menahan buliran bening menggelinding di pipinya. Wajahnya sumringah. Tampak ada kepuasaan di wajahnya yang mulai menua karena usia. Tapi kebahagiaan itu tak bisa disembunyikannya. Pengorbanannya selama ini ternyata membuahkan hasil.

Dokpri. Abdul Farid
Dokpri. Abdul Farid
Walau datang dari keluarga yang ekonomi menengah ke bawah, tak lantas membuat Nurbaya patah semangat. Keberhasilan Farid merengkuh gelar di tanah Celebes, adalah buah dari perjuangannya selama ini. Ternyata doa-doanya di ijabah oleh pemilik semesta. Melihat semesta di tengah lautan dengan berlayar bersama kapal Tilongkabila adalah kenangan yang kini masih tersimpan rapi dalam ingatannya. Mendampingi anak yang dibesarkannya dengan peluh keringat dan pengorbanan adalah salah satu prestasi terbesar dalam hidupnya.
Kini, Nurbaya yang menetap di Desa Adu, Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat ini masih merawat banyak kenangan. Tidak hanya masa-masa kelam karena pernah menjadi tulang punggung keluarga, tetapi masa indah bersama anak-anaknya.

Dalam umur yang kini sudah tak muda lagi, ia tetap menjadi cahaya penerang bagi ke empat anaknya. Menjadi tempat bermanja bagi cucu-cucunya. Matanya masih seterang dulu dalam memberi keyakinan dan kekuatan pada anak-anaknya. Kepakan sayap-sayapnya menjadi penghangat dalam menyelimuti duka lara yang sewaktu-waktu menghujam kehidupan anaknya.

Kisah Nurbaya adalah kisah  hebat dari seorang perempuan yang tinggal jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Tinggal di desa dengan nilai-nilai kultur yang melekat padanya telah menjadikan dirinya sosok perempuan yang dapat dijadikan panutan.

Nurbaya adalah perempuan hebat yang penuh inspirasi bagi mereka yang kelak menjadi ibu atau bahkan akan segera menjadi ibu bagi anak-anaknya. Menjadi seorang ibu bukan hanya sekedar mengurus rumah tangga, melayani suami, tapi yang tidak kalah penting adalah menjadi cahaya bagi generasi yang dibesarkannya. Menjadi panutan sekaligus memberi keyakinan  bagi generasi.

Dan Nurbaya adalah wanita hebat yang di miliki masyarakat Dompu selatan. Dan jika Indonesia memiliki banyak pahlawan, tapi Nurbaya adalah pahlawan bagi ke empat anaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun