SEBUT saja namanya Nurul. Umurnya masih 20 tahun. Belum lama dia menyelesaikan studinya di SMAN 1 Kota Bima. Kini dirinya memilih membantu ibunya menjual buah-buahan.
Dengan lapak sederhana di pinggir jalan, dia menjajakan jualannya. Buah-buahan itu menyembul dengan beragam jenis. Mulai dari durian, salak, anggur, rambutan, hingga buah Naga. Walau pun naganya tidak pernah muncul.Â
Tempatnya sangat strategis, selain karena berada di pinggir jalan dan dekat dengan tempat wisata Ama Hami di pinggir Kota Bima, juga tidak seberapa jauh dari pasar kota. Tentu pilihan menentukan tempat ini berdasarkan berbagai pertimbangan.
Walaupun menurut Nurul, ibunya harus membayar uang kebersihan seribu rupiah perharinya serta membayar lokasi tempatnya menjual.Â
Dari arah terminal Kota Bima, lapaknya mudah terlihat oleh pengguna jalan, baik yang keluar dari kota Bima maupun dari kabupaten Dompu maupun Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Jalan ini sangat ramai sabang hari. Bahkan ketika malam tiba, denyut kehidupan penghuni kota Bima, serupa kota-kota metropolitan di pulau Jawa dan Sumatra.
Kota ini sudah mulai ramai, dengan di dukung wisata pantai serta warisan sejarah yang masih terawat hingga kini.Â
Ini merupakan keuntungan tersendiri bagi para pedagang, seperti Nurul dan Ibunya. Mereka bisa meraup keuntungan lebih dari hiruk pikuk masyarakat perkotaan yang mulai ramai dengan segala dinamikanya. Apalagi ketika malam minggu, sekitar tempatnya menjual menjadi salah satu tempat berkumpul dan bersantai bagi mereka yang melepas penat dari kesibukan bekerja.
Pantai Ama Hami dan Pantai Lawata merupakan salah satu tempat favorit bagi masyarakat kota untuk bersantai menikmati pergantian pekan yang selalu dirayakan dengan berkumpul sembari berbagi kisah.Â
Bagi Nurul, keramaian kedua tempat wisata tersebut akan memberikan berkah tersendiri baginya kala menjual. Ditambah lagi wisata sejarah di atas bukit di belakang terminal menjadi sangat ramai ketika di waktu tertentu.