Wadu Pa'a atau Batu Pahat merupakan salah satu candi tebing yang merupakan adanya pengaruh Hindu Budha di Bima. Di situs ini terdapat arca, prasasti serta relief yang menjadi bukti pengaruh dan ajaran Hindu - Budha di ujung pulau Sumbawa ini.Â
Lokasinya berada di pesisir barat teluk Bima, Dusun Sowa, Desa Kananta, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Itulah secuil informasi yang menuntun saya untuk mengunjungi situs yang bersejarah ini. Sebuah perjalanan yang memberi kesan yang mendalam di awal tahun ini, Sabtu, 8 Januari 2022.
Semesta sudah cerah walau pun sapuan mentari pagi masih terhalang awan tipis saat kendaraan roda dua merek jupiter yang saya kendarai membelah jalanan di bagian barat teluk Bima. Di pinggir jalan yang masih lengang dengan kendaraan yang melintas, hamparan ladang dan sawah serta deretan rumah warga berjejer tenang.Â
Jalanan yang saya lalui memang tidak seberapa besar namun mulai diaspal licin. Sesekali saya hanya berpapasan dengan motor ibu-ibu yang berjualan sayur di pagi hari. Â Suaranya terdengar jelas saat menjajakan jualannya kepada warga sekitar.
Setelah keluar dari perkampungan padat penduduk, saya disambut hamparan teluk Bima yang tenang. Airnya surut. Beberapa perempuan terlihat mencari kerang. Saya berhenti sejenak untuk mengambil gambar dengan kamera hand phone di tangan. Hanya sesaat lalu kembali melajukan kendaraan.Â
Kemudian kembali berhenti di sebuah dermaga kecil yang berfungsi sebagai tempat penyebrangan bagi masyarakat setempat, terlebih yang penyebrangan ke pelabuhan Bima di bagian timur teluk. Di dermaga ini, terlihat perahu-perahu berjejer menunggu penumpang. Beberapa motor melintas masuk menuju ke ujung dermaga. Sementara tidak jauh dari pelabuhan, terlihat onggokan pulau kambing yang berdiri angkuh di tengah teluk. Saya kembali mendokumentasikan momen ini.
Kembali saya berpacu dengan waktu saat mengendarai kuda besi yang akan membawa saya ke tempat tujuan. Semakin ke utara jalanan semakin kecil dengan turunan dan beberapa kali tanjakan yang menantang adrenalin. Belum lagi kelokan tajam yang sering menghadang. Namun pemandangan teluk Bima dengan air laut yang tenang seolah memberi rasa damai dalam hati.Â
Belum lagi ladang jagung yang menghijau di antara gugusan bukit serupa menyambut saya dengan senyum sumringah. Saya sengaja memacu kendaraan dengan  pelan, selain karena khawatir terjatuh karena belum benar-benar menguasai medan, juga karena bisa sambil menikmati suguhan semesta yang memanjakan mata.
Setelah hampir satu jam perjalanan dari arah pasar Sila yang  berada di selatan, akhirnya saya sampai di Kecamatan Soromandi. Di sini saya terlebih dahulu bertandang di kediaman seorang sahabat atau lebih tepatnya adalah guru perjalanan.Â
Sebut saja namanya bang Syarif. Beliau satu kampung dengan saya di selatan Kabupaten Dompu. Namun bang Syarif mendapatkan belahan jiwanya di kampung yang bersejarah ini. Bahkan saat saya datang terlihat beberapa orang sedang menggali tanah untuk dibangunnya rumah bagi keluarga kecilnya. Terlihat di atas meja beberapa gelas kopi hitam dengan pisang goreng di sampingnya.
Kami duduk sejenak sambil berbincang tentang persiapan perjalanan menuju Situs Wadu Pa'a. Bahkan menurut informasi yang di himpun bang Syarif, beberapa tahun belakangan ini warga yang memiliki ladang sekitar situs Wadu Pa'a sering menemukan barang antik, berupa emas bahkan pedang.Â
Barang temuan itu biasanya dijual warga ke pedagang emas yang berada di kota Bima dengan harga yang tidak seberapa menggembirakan. Cerita bang Syarif membuat pantat saya tidak bisa duduk tenang, karena ingin sesegera mungkin menuju Situs Wadu Pa'a.
Sebelum terik matahari mulai menyengat kulit, kami kemudian memutuskan untuk bergegas menuju tempat tujuan. Dengan kendaraan masing-masing kami membelah jalanan. Di ujung kampung setelah melewati sekolah dasar, kendaraan kami disambut tanjakan yang menjulang tinggi yang berkelok di ujungnya.Â