MEMILIH profesi menjadi guru ibarat memilih jalan dengan menempuh kerikil nan menanjak. Mendidik anak negeri dengan segala karakternya bukanlah hal yang mudah. Tidak mudah menjalaninya. Hanya mereka yang memiliki hati sebening embun, selembut kapas dan sekuat baja yang mampu menjalaninya.
Jalan ini cukup menantang. Berkelok bahkan kadang curam. Puluhan peserta didik dengan beragam karakternya merupakan tantangan yang tidak mudah. Guru memiliki tugas yang kadang tidak sesuai dengan lembaran rupiah yang sabang bulan masuk di rekeningnya. Syukur yang tepat waktu. Tapi jarang kadang menguji kesabaran. Tapi mereka bukan ciri-ciri manusia yang lemah dan gampang mengeluh, apa lagi sampai mengalah.
Sabang hari mereka bergumul dengan beragam aktivitas. Mulai menentukan jadwal, bangun pagi-pagi, menepikan pekerjaan lain demi anak negeri. Demi bangsa yang luhur ini. Jasa mereka tak akan lekang waktu. Jokowi bisa bangga dengan statusnya sebagai presiden, demikian juga dengan puluhan gubernur, wali kota, bupati hingga kepala desa di seantero negeri. Tapi tanpa guru mereka bukan siapa-siapa dan tidak akan menjadi apa-apa di level birokrasi.
Di hari guru yang jatuh pada tanggal 25 November ini, kembali guru mengenang banyak kisah yang mungkin masih memendam dalam benak. Nasib guru tidak selamanya sama. Mungkin sebagian kecil mencapai puncak kesejahteraan, tapi cukup banyak yang memiliki nasib yang tak sepadan dengan harapan.
Tapi sekali lagi, guru memang hebat. Mereka masih bisa tersenyum merekah kala hati sedang kalut. Mereka masih setia menghamparkan kebahagiaan serupa mentari yang selalu menyapa semesta dengan cahayanya yang selalu terang. Mereka masih selembut embun dengan kesejukan pada murid-muridnya yang berkarat ilmu.
Dedikasi guru pada negeri ini tak cukup di ukur dengan materi. Tak cukup hanya dengan janji serupa politisi busuk yang sabang pemilu datang dengan gombalan sampah. Tidak cukup dengan iming-iming SK yang sabang hari hanya bualan semata.Â
Walau penuh harap, guru tak pernah mogok kerja. Tidak membiarkan muridnya menunggu lalu hilang harapan. Guru tetap setia mendidik walau sering nasib tak berpihak. Mereka memberi tapi tak pernah mengharap kembali.
Mereka bukan buruh yang selalu mengeluh karena telatnya janji. Mereka tabah menanti semua janji yang pernah dialamatkan pada profesinya.Tapi mereka memendam harap pada semuanya yang pernah diwartakan padanya.
Guru di negeri ini adalah kumpulan manusia hebat. Merawat harapan generasi sembari menjaga benteng negeri yang kadang mulai rapuh karena kelakuan segelintir manusia serakah. Ketika dunia semakin modern, mereka dituntut beradaptasi pada keadaan, yang kadang mengharuskan mereka untuk berbenah.
Syukur bagi yang melek teknologi karena masih muda dengan segala energiknya yang melekat padanya. Tapi bagaimana nasib mereka yang menua karena di makan usia. Mestinya mereka diapresiasi karena jasanya yang sekian tahun mengabdi untuk negeri.
Di hari guru yang mulia ini, guru-guru dari Sabang hingga Merauke di bagian timur Nusantara dan dari Miangas hingga pulau Rote di bagian selatan bumi pertiwi, mereka tetap menjadi manusia hebat dengan senyumnya yang tak pernah putus untuk Indonesia yang bersahaja.
Di sini, di SMKN 1 HU'U Bumi Nggahi Rawi Pahu bagian selatan, guru-guru hebat masih merawat semangat untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara di dalam arus zaman yang semakin kuat. Tapi di sini merah putih masih berkibar, menyapa semesta dan mencengkram langit-langit dunia.