Teluk Cempi, sebuah teluk yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat ini merupakan ruang dimana masyarakat pesisir menggantung hidup. Di pesisir teluk, beberapa desa berdiri. Sebagian besar masyarakatnya sabang hari beraktivitas di laut. Laut terhampar luas dengan segala potensinya.Â
Masyarakat memanfaatkan sumber daya laut untuk segala kepentingan. Baik secara langsung dengan berlayar di ruang samudra, maupun secara tidak langsung dengan cara menjual segala kebutuhan nelayan.
Desa Jala, merupakan satu dari sekian desa yang masyarakatnya menggantung hidup di laut. Di bulan November kala musim hujan mulai membasahi tanah, nelayan masih mendorong perahu, menjaring ikan, lalu menjualnya.Â
Sebelum musim panca roba datang menyapa, nelayan masih terlihat sibuk. Ada yang memperbaiki jaring, mengecek perahu, sibuk menghitung hari, lalu menentukan kapan kembali menghidupkan mesin lalu dengan gagah perahu yang ditunggangi melewati hempasan ombak.Â
Bulan November bisa disebut bulan kepiting. Sebagian besar nelayan akan menjala kepiting. Lokasinya tidak seberapa jauh dari pesisir. Ada yang melepas jaring, mendiamkannya beberapa jam, lalu mengangkatnya.Â
Ada pula yang meninggalkannya sejak pagi hari dan mengangkatnya sebelum malam menyapa. Tak ada kekhawatiran diambil atau terbawa arus, karena ada semacam solidaritas yang tak terbahasakan di antara para nelayan.
Selain itu, ada juga nelayan yang masuk sore, melepas jaring, lalu datang keesokan harinya. Mengangkat jaring, kepiting terperangkap, melerainya, lalu di masukan di ember kemudian dijual ke pengepul. Harganya bisa bervariasi tergantung besar kecil kepiting yang di dapat. Tapi perhari ini, November 2021, harga perkilonya berkisar 70-an ribu.
Kepiting hasil tangkapan ini, ketika sampai di pesisir, ada yang menjual langsung ke pengepul, tapi ada pula yang menjualnya kepada pemberi modal atau biasa masyarakat menyebutnya bos.Â
Bos ini kadang yang memiliki perahu, jaring dan segala kebutuhan selama nelayan berada di laut. Namun demikian, hasil tangkapan tidak bisa dijual kepada orang lain. Harus kepada bos yang telah memberi modal melaut.
Jenis kepiting yang ditangkap dan dijual adalah kepiting Soka. Kepiting ini biasa hidup di balik bebatuan. Sangat mudah di temui kala air laut surut di teluk Cempi. Teluk Cempi serupa rumah yang nyaman bagi kepiting Soka. Sehingga cukup mudah bagi nelayan setempat mendapatkan kepiting jenis ini. Walaupun pada bulan tertentu kepiting Soka tidak mudah dijaring.
Kepiting ini dijual hingga ke luar pulau Sumbawa. Pengepul yang membeli kepiting, umumnya adalah masyarakat setempat. Kemudian dijual kembali dengan dimasukan terlebih dahulu dengan menggunakan boks yang dicampur es batu.Â
Tapi biasanya, setelah dari laut, kepiting langsung dikirim ke luar daerah. Pasalnya jika di simpan terlalu lama, maka harganya bisa turun karena kualitas kepiting yang sudah tidak terlihat segar pagi.
Tapi ada yang miris di sela-sela perbincangan dengan seorang warga di Desa Jala. Sebut saja namanya Purnomo. Menurutnya, dengan limpahan hasil laut yang menggembirakan tersebut, umumnya nelayan di desanya masih hidup seperti biasanya. Tidak banyak yang berubah. Kehidupan nelayan serupa cari pagi untuk makan siang. Bukan kerena penghasilannya, tapi karena pengaturan keuangan yang masih konvensional.