TIDAK banyak anak nelayan yang menempuh pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Jika ada, hanya sedikit dibandingkan yang banyak. Anak pesisir biasanya sejak kecil sudah akrab dengan laut.Â
Bagaimana tidak, jika orang tuanya yang sabang hari berlayar dan mengurusi perlengkapan tangkapan untuk melaut, maka anaknya pun ikut dilibatkan. Kadang pendidikan bukan menjadi prioritas.
Di Desa Jala, saya mengenal seorang sahabat yang bapaknya nelayan, dan ibunya menjadi pengepul. Sejak kecil dia dibesarkan orang tuanya dengan suasana alam pesisir.Â
Rumahnya hanya selemparan batu orang dewasa dengan laut. Sejak kecil dia sudah akrab dengan gemuruh ombak, desiran angin laut, dan bahkan hingga dewasa dirinya tetap berkarib dengan suasana pesisir.
Namun demikian, orang tuanya tidak mengabaikan pendidikannya. Dirinya memang di didik untuk fokus menempuh pendidikan setinggi mungkin. Benar saja, ketika temannya yang lain, hanya berhenti di tingkat sekolah menengah atas. Malah dirinya melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Masuk dalam rimba raya perguruan tinggi merupakan sesuatu yang memberikan kebanggaan bagi keluarganya.
Saya mengenal sahabat itu. Rekam jejaknya masih terekam jelas di benak hingga kini. Perjalanannya menempuh pendidikan di universitas ternama di salah satu kota di tanah air, bukan semulus jalan tol.Â
Tapi tekadnya yang bulat, dengan menaklukan segala rintangan yang menghadang membuatnya mencapai yang diimpikannya. Dia membawa pulang gelar dengan segudang pengalaman yang membanggakan.
Dia seolah ingin mengatakan kepada semua orang di kampungnya. Bahwa dengan segala keterbatasan ekonomi yang menghimpit akan selalu ada jalan keluar sepanjang tekad sudah bulat.Â
Kembalinya dari tanah perantauan seolah menampar wajah mereka yang menaruh keraguan padanya ketika dirinya memutuskan untuk melanjutkan studi.
Mungkin benar kata orang, bahwa banyak jalan menuju Roma. Ada banyak solusi kala pikiran kalut, kesulitan menghadang dan hambatan menahan. Sahabat itu, satu dari sekian realitas yang tidak mungkin menurut sebagian orang tapi mungkin jika dijalani dengan penuh kesabaran dan mampu bertahan dalam situasi sulit.
Dia anak nelayan, tapi tidak mengabaikan pendidikan. Dia anak pesisir tapi harapannya melangit dan diwujudkannya dengan tindakan. Dia diremehkan, tapi dijawabnya dengan prestasi. Dia membungkam mulut mereka yang pernah ragu atas impiannya yang di nilai terlalu meninggi.
Ketika menjumpainya, dia sedang berdiri di atas onggokan batu di pesisir pantai yang tak seberapa jauh dari rumahnya. Dia melepas pandang pada laut teluk Cempi yang damai. Hempasan ombak mendamai harmoni. Begitu lama berdiri. Ia menyaksikan perahu yang ditambatkan. Membayangkan bapaknya yang sabang hari berada di ruang samudra. Berpeluh keringat. Menantang maut demi dirinya yang dengan mudah meminta dikirimi uang ketika masih di perantauan.
Membayangkan itu, tak terasa air matanya turun membasahi pipinya yang putih. Dia belum sempat membahagiakan bapaknya yang kini telah kembali menghadap pemilik semesta. Bapaknya yang perkasa itu, kini telah pergi. Pergi untuk selama-lamanya. Ada rindu yang membuncah kala menyaksikan hamparan laut, dimana bapaknya yang sabang hari berada di sana kala malaikat maut belum menjemput.
Dia pernah terpikir menuliskan kisah bapaknya sebagai nelayan yang tangguh. Negara bisa saja memiliki sejumlah pahlawan, tapi baginya bapaknya lah sebenar-benarnya pahlawan.Â
Keringat bapaknya telah membawanya hingga menjelajahi banyak kota, ragam pulau hingga bersua dengan orang-orang hebat di belantara kehidupan tanah air.
Kini, dia hanya bisa mengenang sosok bapaknya. Dia hanya bisa melepas rindu di tengah hempasan angin laut yang menyapa. Hanya munajat yang bisa di kirimkan kepada pemilik semesta, agar bapaknya mendamai di alam sana. Biarkan kisah hebat itu, diwariskan padanya dalam mendidik generasi dan bapaknya bisa memanen pahala lewat dirinya.
Dia berusaha meyakinkan diri dalam keguncangan jiwa saat mengenang mendiang bapaknya. Pada dirinya ia berjanji untuk melanjutkan semangat yang diwariskan bapaknya. Terus berjuang pantang menyerah dan berusaha sekuat karang kala dihempas ombak dan badai. Dan sebelum senja temaram kembali menepi hingga malam menyambut, dirinya telah berikrar untuk menjadi anak yang selalu memberi senyum pada bapaknya di alam sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H