LUASNYA  tidaklah seberapa  besar, tapi di tempat inilah kami biasa berkumpul. Tidak siang, malam pun kami selalu menyempatkan waktu berdiskusi di tempat ini. Tempat dimana kami juga melepas lelah setelah menghabiskan waktu bergelut dengan pekerjaan.
Tempatnya sangat strategis karena menghubungkan antar desa. Jalannya hanya ramai di pagi hari, karena siswa dan orang kantoran akan melewati jalan ini. Di bagian timur, kurang lebih dua kilo meter ada kebun, dimana airnya mengalir dari gunung sepanjang hari. Bahkan kami sesekali menikmati pemandangan dari arah kebun untuk melepas pandang melihat bentangan alam yang mempesona.
Taman pak Jeff itulah nama tempat ini. Kami memberinya nama demikian karena pemiliknya adalah Jufrin yang biasa di sapa dengan panggilan Jeff. Mula-mula tempat ini hanya tanah kosong tidak terawat. Di sebelahnya ada kios dimana Jeff dan keluarganya menjual bensin, solar dengan cara manual dengan nama yang unik. UD. Kaya Raya. Selain itu, kios ini juga menjajakan makanan-makanan ringan. Namun karena inisiatif seorang sahabat yang bernama Syarifudin yang memang berlatar belakang sarjana pertanian, akhirnya tempat ini di sulam menjadi taman mini. Jadilah seperti sekarang ini.
Setelah jadi dan di isi dengan berbagai jenis tanaman, maka taman ini sering di sambangi oleh beberapa kerabat. Tidak sedikit mereka memuji dan menanyakan asal muasal jenis tanaman yang mengisi lahan sekitar sepuluh meter ini. Beragamnya jenis tanaman di taman ini diambil dari berbagai tempat, bahkan tidak sedikit diambil langsung dari kabupaten Bima.
Di sudut taman, di sediakan beberapa kursi dan kolam kecil untuk menampung air. Air di kolam inilah diambil oleh Jeff untuk menyiram bunga di tamannya. Bahkan setiap pagi setelah membuka kiosnya ia selalu memperhatikan tamannya. Beberapa bunga mulai mekar dan menyapa semesta. Dengan warna warni bunga yang tumbuh membuat taman sedap di pandang.
Bahkan suatu hari kami pernah memutuskan tidur dengan beralaskan kardus dan tikar seadanya. Di malam itu pula kami mengerjakan tugas dengan membawa laptop masing-masing. Aliran listrik yang diambil dari kios dengan memasangnya di bawah tanah dan sampai di taman, membuat malam harinya menjadi terang. Lalu lalang kendaraan cukup mudah terlihat. Angin dari arah gunung, bintang berkilau menghiasi langit, api unggung di samping tempat tidur dan kopi hitam penghangat tenggorokan menjadi pelengkap yang sempurna ketika kami menghabiskan waktu malam di taman.
Selain itu, taman ini salah satu pilihan ketika saya ingin menulis sesuatu. Di tempat inilah saya menuangkan ide. Menceburkan diri dengan kata-kata. Lalu mewartakannya dengan media kompasiana. Â Di taman ini, selain tidak ada yang mengganggu, juga suasananya cukup adem. Ketika sore menyapa, senja temaram di ufuk barat mulai menyapa adalah waktu yang tepat untuk menulis sesuatu.
Yang sering kami lakukan di taman ini adalah berdiskusi, selain sesekali memperhatikan tumbuh kembangnya beberapa jenis pohon yang di tanam. Ada banyak topik yang pernah diwartakan di taman kecil ini. Berbagai persoalan kami bahas saat suasana tenang dan penuh kekeluargaan. Tidak ada hirarki. Jabatan. Prestise dan membawa trah kekuasaan. Taman ini menjadi ruang merdeka bagi siapa pun yang ingin membahas apa pun. Kami menikmatinya seperti menyeruput kopi hitam yang hangat kala menyambut pagi.
Seperti pagi ini, Kamis 3 Juni 2021, saya seolah berpacu dengan mekarnya mentari pagi di ufuk timur untuk sampai di taman. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga menit dari rumah dengan kuda besi saya pun sampai di taman. Jeff terlihat sibuk melayani pembeli. Saya pun langsung memutuskan masuk ke dalam taman. Memperhatikan beberapa bunga yang mulai mekar. Tunas-tunas yang tumbuh dari beberapa batang pohon yang ditanam beberapa hari yang lalu mulai menyapa semesta.
Sembari menunggu Jeff datang, saya duduk di salah satu kursi di taman dan mulai menulis. Ada semangat ingin merangkai kalimat dengan ide sederhana di pagi ini. Menyeruput kopi sembari menikmati hangatnya mentari pagi membuat hati terasa damai. Ada cinta ditautkan kala semesta menyambut. Taman ini boleh saja kecil, tapi telah menghadirkan sejuta impian bagi kami yang menikmatinya.
Adakah hari esok seperti ini? Entahlah, hanya waktu yang punya kuasa menentukan. Kami hanya merencanakan dan melaju bersama waktu sembari berharap impian  besar ini segera terwujud. Lewat taman ini kami memulainya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H