SEJAK banjir bandang menerjang desa Daha, Minggu (1/3/2021) malam, menyisakan dampak yang luar biasa bagi masyarakat setempat. Pasca banjir, pemerintah desa segera merespon dengan sigap. Seluruh kepala dusun diperintahkan mendata korban, kemudian membentuk kepanitiaan.
Informasi dampak banjir bandang berseliweran di berbagai kanal media sosial. Publik merespon dengan membawa bantuan untuk korban banjir. Mengalirnya bantuan dari berbagai elemen membuat kepanitiaan bekerja ekstra. Tidak pagi. Malam pun mereka harus melakukan keeping  barang untuk didistribusikan besoknya.
Berganti hari bantuan terus berdatangan. Tidak hanya pihak instansi pemerintah. Organisasi dengan berbagai latar belakang berdatangan mengulurkan bantuan. Mereka bahkan dari kabupaten tetangga, dan dari luar pulau. Bahkan pemerintah pusat lewat kepolisian republik Indonesia tidak ketinggalan mengirimkan bantuan. Gubernur terlebih bupati beberapa kali turun meninjau lokasi dampak banjir.
Salah satu tivi swasta bertuliskan angka satu dengan bahasa Inggris, menyiarkan bencana banjir bandang ini. Banjir bandang di desa Daha menjadi berita nasional. Berbagai kanal media online mempublikasikan bencana ini dengan massif. Sampai penyaluran bantuan tidak ketinggalan dipublikasikan. Media sosial menjadi corong informasi ke ruang publik.
Dengan bantuan yang begitu banyak mengalir, kerja-kerja kepanitiaan dituntut untuk lebih teroganisir. Dan mereka menjawabnya dengan tindakan-tindakan riil di lapangan. Beberapa pemuda desa dan karang taruna ikut dilibatkan dalam pendistribusian bantuan ke warga yang terdampak.
Mungkin banyak publik yang belum mengetahui bagaimana kondisi beberapa anggota kepanitiaan. Sejak mereka dipilih dan ditunjuk oleh kepala desa, praktis mereka selalu siaga. Mencatat bantuan, dan menyalurkannya kepada masyarakat. Sebagian besar waktu mereka hanya sibuk mengurus bantuan. Terlebih memastikan bantuan itu sampai ke tangan korban banjir.
Urusan pribadinya ditepikan sementara waktu, demi kepentingan orang banyak. Kepanitiaan membangun komunikasi dan koordinasi yang masif dengan seluruh elemen. Semua diupayakan dengan semaksimal mungkin. Jangankan mengurus sawah, ladangnya yang rusak, bertemu anak istri serta suaminya dilakukan hanya hitungan menit.
Tersebutlah ketua panitia bantuan banjir, Sukrin Arahman. Dirinya merelakan tanaman di ladangnya rusak dan dibiarkan begitu saja tanpa ditengok sekalipun pasca banjir bandang. Sebagai ketua, Sukrin tidak hanya memastikan barang tersalurkan dengan baik, tetapi tanggungjawab yang diamanahkan kepadanya dijalankan secara professional, sistematis dan teroganisir dengan baik. Di bawah arahannya. Kepanitian bekerja hingga malam hari. Kadang, cukup sering kepanitiaan lupa makan, bahkan mandi.
"Ini demi kemanusiaan". Katanya suatu malam, Sabtu malam (7/3/2021) pukul 22:00
Sukrin tidak sendiri. Ayatullah memiliki cerita yang tidak jauh berbeda dengan Sukrin. Ayatollah adalah salah satu panitia yang selalu stand by di posko (kantor desa). Ia mendapat informasi, padi di sawahnya rusak karena ulah ternak. Tapi ia bersekukuh untuk tetap berada di posko demi memastikan penyaluran bantuan. Baginya tanggungjawab dan kepentingan orang banyak adalah segalanya. Dirinya bisa saja mengutamakan urusan pribadinya. Tapi itu bukan pilihan bijak dalam situasi genting seperti ini.
Kepedulian dan keberpihakan kepada korban banjir adalah hal yang utama. Kebutuhan untuk meringankan beban korban banjir merupakan prioritas. Seolah rasa capek, berpeluh keringat bukan menjadi penghalang dalam berbuat. Belumlah lagi riak ditengah masyarakat dihadapinya dengan tabah dan sabar.
Sampai saat ini bantuan terus disalurkan kepada masyarakat. Sambil upaya pendataan dan memastikan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Kerja-kerja konsisten ini terus dijaga oleh kepanitiaan sampai bantuan benar-benar habis dibagikan kepada masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H