Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memungut Rumput Laut Demi Ekonomi Keluarga

22 Oktober 2020   12:03 Diperbarui: 23 Oktober 2020   17:56 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Bersama Suratman di gubuknya, 

NYIUR melambai saat roda dua yang saya kendarai melewati jalan bebatuan menyusuri pesisir pantai Soro Ta'a, Desa Daha, Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu-NTB. 

Awalnya saya tidak mengagendakan khusus untuk menikmati suasana pantai hari ini, Kamis pagi, 22 Oktober 2020. Pasalnya, badan saya masih terasa capek setelah menempuh perjalanan panjang dari kota Mataram beberapa hari yang lalu.

Namun karena tidak ada kesibukan, saya pun memutuskan untuk jalan-jalan saja. Setelah di ujung Desa Marada, tiba-tiba saya terpikir untuk menyambangi pantai. 

Kali ini saya ingin mencari pantai yang agak sepi, jauh dari hiruk pikuk pengunjung dan punya suasana yang sejuk. Saya tiba-tiba teringat pantai Soro Ta'a yang masih cukup 'perawan'. 

Untuk sampai di Pantai Soro Ta'a, saya harus serba hati-hati dengan kecepatan sepeda motor yang cukup pelan. Jalan  menuju pantai ini belumlah diaspal. Namun demikian, jalan ini sangat penting bagi para petani untuk membawa hasil panennya untuk sampai ke kampung.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Hamparan persawahan yang kering kerontang menghiasi pemandangan selama perjalanan. Setelah di ujung jalan dekat pantai, mata saya disuguhkan dengan kesibukan beberapa orang dengan gubuk sederhana yang sedang sibuk memasukan rumput laut ke dalam karung. 

Jumlah mereka tidak seberapa, tapi di bibir pantai Soro Ta'a mereka tinggal dengan gubuk yang beratapkan terpal serta daun ilalang. Sedangkan dindingnya terlihat beberapa gubuk hanya dilapisi dengan spanduk partai.

Sekitar setengah kilo dari deretan gubuk itu, kemudian saya menyaksikan dua gubuk kecil yang hanya beratapkan terpal dengan dua orang perempuan separuh baya dan satu orang lelaki. 

Lelaki itu sedang duduk santai di samping gubuk dan rumput laut yang menggunung di sampingnya. Sambil mengisap rokok kretek di tangan dengan asapnya terbawa angin laut, lelaki itu sesekali melepas pandang. Sedang dua perempuannya terlihat cukup cekatan memasukan rumput laut di dalam karung. Tangan kanannya begitu lincah menindis rumput laut dengan menggunakan kayu yang ukurannya tidak seberapa.

Saya menghentikan laju kendaraan tepat di depan  gubuk itu. Melihat saya datang, salah seorang perempuan yang sedari tadi sibuk dengan rumput laut dan karungnya, memandang saya dengan datar. 

Terlihat raut wajahnya penuh dengan tanda tanya. Pasalnya mereka belum mengenal saya. Setelah turun dari motor dan mengucapkan salam, saya mencoba melepas tanya. Mereka serentak menjawabnya. Sejurus kemudian saya pun mendekati lelaki itu. Setelah ngobrol sebentar, kami  pun terlihat akrab.

Lelaki itu  bernama Suratman. Dirinya kurang lebih lima tahun memungut rumput laut demi ekonomi keluarganya. Tapi, hanya dilakukannya pada saat musim kemarau saja. 

Pasalnya, ketika musim hujan tiba, ia akan memutuskan  bertani dan berladang. Bahkan sesekali meninggalkan gubuk ketika ingin mengambil sesuatu di rumahnya di desa Marada, Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu-NTB.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Suratman membangun gubuk sederhana sebagai tempatnya berteduh. Rumput laut yang diambilnya kemudian di kumpulkan dan disimpan tak jauh dari gubuknya. 

Setelah terkumpul banyak, diapun akan memasukannya ke dalam karung dan menjualnya ke pengepul. Mobil pengangkut akan langsung datang ke lokasi untuk membawa rumput laut ke luar daerah. Dari hasil memungut rumput laut dirinya bisa menafkahi keluarganya.

"Alhamdulillah hasilnya bisa dapat satu juta lebih, dan itu tergantung sedikit banyak rumput laut yang kita dapatkan" Ucapnya sambil mengisap rokok yang terjepit di kedua ujung jarinya.

"Ya dari pada kita diam di rumah, lebih baik kita mengambil rumput laut. Minimal untuk belanja anak-anak di rumah" Ujar salah seorang perempuan.

Saya begitu takjub dengan penuturan mereka. Mereka tidak mau berpangku tangan dan berdiam diri di rumah. Bagi mereka hidup adalah suatu perjuangan, sambil menikmati apa yang sedang di jalani. 

Kadang mengambil rumput tidak hanya di pesisir pantai, tetapi juga harus menyelam di tengah gemuruhnya ombak yang sesekali menghempas badan mereka yang bebannya tidak seberapa.

Lelaki dan kedua perempuan itu, merupakan manusia-manusia hebat yang ingin mengatakan kepada semesta, bahwa pekerjaan apa pun sepanjang itu halal, harus dijalani.

Dokpri
Dokpri
Kepada lelaki dan kedua perempuan itu, saya mendapatkan pelajaran hidup yang cukup penting. Bahwa hidup tidak perlu mengeluh, hidup harus dijalani dan dinikmati sambil mensyukuri pemberian tuhan. Senyum di wajah mereka pada saat sisi foto bersama, seolah menampar wajah saya yang kurang bersyukur segala pemberian tuhan yang maha kaya.

Mereka seolah meneteskan embun yang membasahi relung hati saya yang kering kerontang dengan rasa angkuh yang sesekali menjalar. Kerja keras mereka menafkahi keluarganya dengan memungut rumput laut, memberikan nutrisi yang berarti bagi saya, bahwa hidup tidak perlu diratapi tapi harus dijalani dengan kerja-kerja ikhlas agar Tuhan tetap bisa bermurah hati kepada hambanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun