SETIAP manusia, sebaik apa pun dirinya pasti ada yang tidak menyukainya. Bahkan  ada pula yang memperlakukannya dengan cara yang tidak baik. Ibaratnya air susu di balas dengan air tuba. Semua kebaikan menjadi debu, lalu beterbangan dihempas angin, lalu hilang begitu saja.
Tidak setiap manusia bisa melupakan peristiwa yang menyesakkan dada, kala di kecewakan. Kata maaf, sabar, berbesar hati hanyalah milik orang sekaliber rosul Muhammad saja.Â
Tidak melupakan yang dialami tidak selamanya berkonotasi dendam. Mengingat apa yang terjadi, walaupun itu sesuatu yang tidak mengenakan hati, dapat dijadikan sebagai pelajaran hidup dalam menapaki hari ke depan.
Seperti yang saya alami, ketika di laporkan ke pihak yang berwajib hanya karena komentar di postingan seorang kawan di media sosial. Saya mengkritik seorang pejabat yang saya nilai tidak mengerti, apa lagi paham tentang poksi kerjanya sebagai abdi rakyat.Â
Menurut penilainya saya ketika itu, dirinya tidak bisa membedakan antara kerja-kerja legislatif dengan eksekutif. Mestinya, sebagai ketua lembaga yang kerja-kerjanya mendengarkan, menampung, dan menyampaikan aspirasi serta keluh kesah rakyat kepada eksekutif harusnya dirinya lebih peka terhadap keadaan.
Malah dirinya merasa geram dengan kritikan. Saya yang mengkritiknya dianggap sebagai musuh. Terlebih ketika itu, entah dirinya berkonspirasi dengan pihak eksekutif malah mengancam saya, karena dianggap mencemarkan nama baik lembaga.Â
Luar biasa pejabat zaman now, gumam saya ketika itu. Mereka mestinya sadar, bahwa di alam demokrasi, kritikan adalah bagian dari demokrasi itu sendiri.Â
Jika dianggap menghina, tinggal tunjukan saja pasal apa yang sesuai dengan  kritikan itu. Dan mereka harus menyadari, bahwa mereka memakan gaji dari pajak yang saya bayarkan ke negara.Â
Andaikan mereka pernah kuliah, mungkin akan menyadari hal itu. Tapi sayang, mereka hanya tamatan sekolah menengah atas. Karena nasib baik memihak, sehingga mereka menjadi pejabat.Â
Sehingga tidak mengerti, bahwa kritikan serta perbedaan pendapat adalah sesuatu yang lumrah di lembaga pemerintahan yang menganut sistem demokrasi.Â
Nama SBY saja pernah ditulis di badan kerbau, karena masyarakat menilai kinerjanya tidak berpihak kepada rakyatnya. Semuanya baik-baik saja. Â Ini baru menjabat di level begitu saja, sudah sombong tingkat dewa.