DALAM satu misi, saya bersama Agam, dan Pia menyambangi rumah pak Nursaat (45) di dusun Senaru, desa Senaru, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lomba Utara, Nusa Tenggara Barat. Di kediamannya Pak Nursaat menyambut kami dengan penuh persahabatan. Dia sosok yang dikenal ramah oleh semua kalangan, terlebih para pendaki gunung Rinjani yang pernah datang ke rumahnya. Siapa pun yang bertandang ke rumahnya dipandangnya sebagai sesuatu yang baik.Â
Baginya, yang menjumpainya dengan semangat silaturahmi, dia akan  menghamparkan karpet persaudaraan. Senyumnya seketika merekah terpancar dari raut wajahnya yang bersahaja, ketika tangan kami bersalaman dengannya.
Pria tamatan SMPN 3 Narmada ini sudah 17 tahun tinggal di desa Senaru, Bayan. Perjalanan hidupnya yang penuh lika-liku telah membawanya untuk menetap di Bayan hingga kini. Dia telah melewati setiap patahan episode kehidupan yang membuatnya hingga berhenti pada titik sekarang ini.
Awalnya pak Nursaat tinggal di Tanjung yang masih bagian dari Kabupaten Lombok Utara. Namun sejak tahun 2003 memutuskan menetap di Desa Senaru, Bayan. Keputusan untuk menetap di Desa Senaru, berawal dari kontraknya dengan salah satu perusahaan farmasi yang menugaskannya untuk mencari daun intaran, daun cengkeh dan kayu putih untuk bahan pengobatan. Bahan-bahan pengobatan ini setelah semua terkumpul  kemudian di kirim ke Inggris, Eropa.
Setelah sekian lama menjalankan tugasnya di Bayan, Pak Nursaat lalu memutuskan membeli tanah dan membangun tempat tinggalnya di desa Senaru  bersama keluarganya. Setelah kontraknya selesai dengan perusahaan farmasi, Pak Nursaat memutuskan menjadi porter di gunung Rinjani selama dua tahun. Dia membawa barang para pendaki, melintasi savana, hingga memastikan semua barang bawaan tidak kurang satu apa pun.
Selama menggeluti tugas sebagai porter, ada banyak cerita yang masih terekam jelas dalam benaknya. Menjadi seorang porter, baginya tidak hanya menguasai medan pendakian, tetapi juga belajar memahami setiap karakter para pendaki yang barangnya dipercayakan kepadanya. Bahkan dia tugasnya layaknya seperti pemandu wisata yang memberikan penjelasan kepada pendaki tentang gunung Rinjani.Â
Dengan sabar dia menjelaskan bahwa Rinjani bukan sekedar gunung, tetapi juga rumah bagi mereka dari bangsa jin. Tentu menjaga sikap, menghormati alam serta membawa kembali sampah-sampah dari atas gunung adalah bagian dari bahan yang ia sampaikan kepada para pendaki.
Upah selama menjadi porter, manjadi salah satu sumber penghasilan bagi keberlangsungan ekonomi keluarganya. Bahkan sebelum itu, pak Nursaat pernah menjadi tukang ojek selama delapan tahun untuk menafkahi keluarganya. Perjuangan menjadi kepala rumah tangga dengan gonta-ganti pekerjaan tak membuatnya harus menyerah pada nasib.
Kini, pak Nursaat selain memiliki rumah untuk diri dan keluarganya, juga mempunyai bangunan untuk tempat penginapan bagi para pendaki gunung Rinjani. Bangunan dua kamar dengan berandanya yang cukup luas menjadi tempat singgah bagi para pendaki, baik sebelum melakukan pendakian, maupun tempat istirahat setelah turun dari gunung Rinjani.
Jangan pernah bertanya berapa yang harus di bayar bagi para pendaki yang memutuskan menginap di tempatnya. Semua gratis. Gratis. Ya, semua digratiskan selain makanan. Mulai dari kamar sampai menggunakan air untuk semua keperluan bisa digunakan oleh siapa pun yang memutuskan untuk menginap di tempatnya.
Pengalaman hidup mendorongnya untuk berbuat baik kepada siapa pun. Memang pada awalnya keinginan mendirikan home stay atau tempat penginapan adalah untuk meringankan beban bagi para pendaki gunung Rinjani, atau mereka yang membutuhkan tempat penginapan.Â
Karena menurutnya, tidak semua pendaki datang dari kelas sosial menengah atas. Bahkan  tidak sedikit dari para pendaki gunung Rinjani, mereka yang masih berstatus pelajar dan mahasiswa. "Ketika mendapat tempat penginapan gratis, minimal meringankan beban mereka dari sisi keuangan" Ujarnya.
Pak Nursaat berusaha berbuat sesuatu untuk meringankan beban mereka yang membutuhkan  bantuan. Ketika warga lain membangun home stay, resort dan tempat penginapan demi orientasi keuntungan finansial.Â
Justru pak Nursaat menyiapkan tempatnya secara cuma-cuma. Bahkan beberapa warga setempat menganggapnya orang 'gila', karena membangun tempat penginapan dengan biaya yang tidak murah, hanya untuk digratiskan. Tentu sesuatu yang dianggap 'aneh' karena tidak memberikan keuntungan apa-apa terlebih yang berkaitan dengan keuangan.