KETIKA sore menyapa, mengendarai roda, saya melintasi desa Jala. Desa dimana sebagian masyarakatnya menggantung hidup di laut. Di sudut kampung, di arah utara dekat jembatan, laju motor ditepikan.
Mega-mega dengan lembayung senja menghiasi semesta. Dari kejauhan, saya memperhatikan dua muda mudi sedang bergantian melakukan swa foto di pinggir pantai. Mereka berusaha dengan handphone di tangan, memotret dirinya dengan beaground laut dengan pancaran sunset yang nan indah.
Saya sempat bergumam, jikalau pantai ini, di tata, di kelola untuk dijadikan wisata pantai. Maka, akan banyak keuntungan bagi perputaran roda perekonomian masyarakat pesisir. Banyak pelancong yang menyambangi, menikmati suasana pantai sambil menikmati kuliner khas masyarakat desa Jala. Di padu dengan sunset yang memanjakan mata, alangkah beruntungnya mereka yang bisa menikmati suasana pantai di desa Jala.
Saya masih di sini, di atas jembatan, sesekali pandangan ini menyaksikan dua sejoli dari kejauhan yang sedang bermadu kasih kala menikmati sunset. Sesekali kali mereka berpegangan tangan, kadang lari-lari kecil di atas hamparan pasir putih yang membentang luas. Tertawa cekikikan terlihat jelas dengan senyumnya yang menawan.
Menyaksikan dua sejoli di pesisir Pantai Jala dengan membirunya air laut Teluk Cempi, membawa pikiran ini, mengingat sesuatu. Di pinggir pantai suatu pulau seribu mesjid, beberapa gadis yang berambut pirang menikmati suasana pantai di bawah teriknya matahari yang menyengat kulit. Dengan pakaian bikini yang dikenakannya, tak membuatnya harus berteduh di bawah pohon. Bahkan di antara yang lain, malah tiduran di atas pasir yang beralaskan kain tipis berwarna warni. Pantainya biasa-biasa saja, ombaknya tidak terlalu menarik, di pinggir pantai terlihat tebing-tebing yang juga tak terlalu mempesona. Namun, di pantai itu menjadi surga bagi wisawatan mancanegara.
Saya membayangkan jika itu berada di sini. Di desa Jala. Di desa dimana pantainya tidak kalah dengan pantai lain di negeri Nusantara ini. Mungkin polesan menjadi suatu keniscayaan, agar menjadi magnet bagi wisawatan untuk menyambangi dan menikmati senja temaramnya pantai desa Jala.
Tiba-tiba lamunanku dikagetkan motor yang begitu kencang melaju di atas jembatan. Dua sejoli sudah tak terlihat lagi dari pandangan. Tapi, pikiranku  masih dimanjakan jika pantai Jala menjadi salah satu destinasi wisata pantai yang mempesona. Jika di kelola dengan cukup baik, nampaknya wisata pantai akan dapat terwujud di desa yang masyarakatnya sering makan ikan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H