Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Mahasiswa, Ternyata Bisa Keliling Indonesia

2 Juli 2020   21:51 Diperbarui: 2 Juli 2020   22:19 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Berada di Wisma Universitas Sumatra Utara, dengan Mahasiswa Sejarah dari berbagai kota di Indonesia

Setelah singgah sesaat di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Kembali saya melanjutkan perjalanan dengan pesawat yang berbeda menuju kota Medan. Kali ini, di atas udara saya kembali menyaksikan bagaimana indahnya pulau Andalas yang kini di kenal dengan sebutan Sumatra. Bentangan persawahan di celah awan, saya begitu takjub melihatnya. Indonesia memang indah. 

Hati saya semakin yakin dengan kisah-kisah sejarah masa lalu. Dimana ketertarikan bangsa Eropa di masa itu, sangat beralasan untuk menjamah wilayah Nusantara ini. Ibarat seorang gadis cantik dengan sejuta pesonanya, nusantara mampu menarik hati dan meluluhkan sejuta ingin bangsa kolonial untuk merabah hingga merampas keperawanannya.

Sesaat sebelum mendarat di bandara Polonia Medan. Kota Medan begitu terlihat cantik dari udara. Kota terbesar pertama di luar pulau Jawa ini,  di bumbui beberapa bangunan-bangunan tinggi di beberapa titik. Beberapa bangunan itu, merupakan warisan kolonial masa lalu. Hal ini mempertegas kota Medan telah memainkan peran penting dalam percaturan ekonomi, sosial-budaya dan politik di masa lalu.

Setelah mendarat dengan mengenakan jas almamater kampus. Saya merasakan sambutan begitu hangat ketika keluar dari badan pesawat. Bersama mahasiswa dari kampus lain  seperti dari Pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku, kami bergegas menuju wisma Universitas Sumatra Utara (USU). Di kampus itu, kami berjumpa dengan mahasiswa sejarah yang datang dari berbagai kampus di Indonesia dengan  beragam dialeknya masing-masing.

Pertemuan itu menguatkan saya tentang sejarah sumpah pemuda, menyadari keberagaman dalam persatuan, keharmonisan dalam merawat cita-cita luhur para pendiri bangsa. Perjumpaan itu mengawetkan persaudaraan sesama anak negeri.

Ketika mengingat masa itu, ada rindu tersemai dalam kalbu. Ada cinta belum sempat diutarakan pada seseorang, dan adakah dia merasakan hal yang sama ketika ku sapa dirinya saat bersama mengunjungi istana Maimun. Atau jangan-jangan hanya perasaan ini yang menggelayut yang tak sempat tersampaikan. Tapi, di sini rindu ini masih untuk-nya. Adakan dirinya merasakan hal yang sama, ketika kini jarak memisahkan pertemuan. Entahlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun