DALAM menjawab kerinduan  anak-anaknya terhadap 'Kawatu Hala, ibu memutuskan membuatkannya. Menjadi kebiasaan, ibu selalu menanyakan ketika anak-anaknya pulang dari tanah perantauan tentang makanan apa yang ingin dibuatkan. Ibu, salah satu wanita di kampung yang masih merawat ingatannya tentang kuliner khas Dompu. Bermodalkan pengalaman dan didikan orang tuanya, ibu menjadi salah satu wanita yang bisa membuat berbagai macam kue khas kampung hingga kini.Â
Kali ini ibu membuatkan kami 'Kawatu Hala'. Berbekal Labu kuning pemberian tetangga. Pagi, setelah terang tanah, Ibu membelah labu kuning di belakang rumah, mengupas kulitnya, memotongnya dalam beberapa ukuran, dan kemudian menggilingnya bersama kelapa di tempat penggilingan yang tidak jauh dari rumah.Â
Setelah proses penggilingan, kemudian dimasukan ke dalam satu wadah, berupa baskom atau ember, lalu dicampur dan diaduk dengan rata dengan campuran margarin, garam secukupnya serta tambahan gula pasir. Langkah berikutnya, dibungkus dengan menggunakan daun pisang dengan ukuran tertentu sesuai selera pembuatnya. Setelah pembungkusan, kemudian dimasukan ke dalam periuk besar, dan dikukus di atas api yang menyala teratur agar 'Kawatu Hala' bisa terasa nikmat.Â
Biasanya, selama pengukusan membutuhkan waktu sekitar satu jam lamanya. Tapi, hal ini sangat tergantung pada berapa banyak bungkusan 'Kawatu Hala' yang dibuat. Jika, 'Kawatu Hala' dibuat untuk dijual, diperuntungkan dalam acara pernikahan dan sunatan, biasanya akan membutuhkan waktu yang lama. Namun, jika untuk dikonsumsi sendiri, biasanya hanya puluhan bungkusan saja dan memasaknya pun relatif cepat.Â
Uniknya 'Kawatu Hala' bisa disimpan beberapa hari di tempat yang sejuk dan rasanya tidak berubah. Dan pada saat disajikan dan dikonsumsi, bisa dicampur dengan parutan kelapa dan gula merah, jika menginginkan rasa yang berbeda.
'Kawatu Hala' merupakan kuliner tradisional khas Dompu yang masih dilestarikan hingga kini. Dalam acara-acara kampung, 'Kawatu Hala' menjadi salah satu makanan yang tersaji di piring tamu undangan. Kelestarian ini semoga saja tetap terjaga, agar generasi mendatang bisa menikmati warisan leluhur dan ikut menjaga dan melestarikannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H