Sabtu sekitar pukul 10.00 WIB ditahun 2020 yang silam, Kapal milik Coast Guard China bernomor lambung 5204 masuk dalam sistem radar dan AIS (automatic identification system) kapal milik  Bakamla (Badan Keamanan Laut), KN Pulau Nipah 321. Saat itu KN Pulau Nipah Tengah menggelar Operasi Cegah Tangkal di Wilayah Zona Maritim Barat.
      Setelah terdeteksi dalam radar, personil KN Pulau Nipah mengambil langkah persuasif kepada personil coast gurad china melalui sambungan radio VHF chanel 16 untuk meminta mereka keluar dari Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Namun rupanya upaya persuasif itu tak mendapat respon positif dari personil Coast Guard China. Mereka berdalih bahwa keberadaannya dalam wilayah ZEE Indonesia karena sedang berpatroli dalam wilayah teritori mereka yang dklaim sebagai area nine dash line (sembilan garis putus putus).  Baru setelah 48 jam sejak peringatan persuasif itu, Coast Guard China akhirnya menjauh dari wilayah teritori Indonesia setelah pihak Bakamla berkoordinasi lebih lanjut dengan pihak TNI AL, Kementerian Luar Negeri, dan Kemenko Polhukam
      Soal area nine dash line ini pemerintah Indonesia telah berulang kali meminta penjelasan kepada pihak China tentang basis hukum internasional yang memasukan wilayah ZEE Indonesia pada teritori area nine dash line China. Namun pihak China tidak pernah secara jelas memberikan penjelasan tentang sifat klaim yang diisaratkan oleh garis putus-putus tersebut. Peryataan dari pihak China soal itu yang tidak ekspansif adalah bahwa garis tersebut hanyalah panduan yang menggambarkan klaim China atas hak-hak penangkapan ikan atau traditional fishing ground.
      Ketegangan antara Indonesia dan China tak sekali saja terjadi di Laut China Selatan, sekalipun ihwal ketegangan ini didominasi soal areal tangkap nelayan tradisional China, namun hal ini tak dapat dianggap remeh begitu saja. Keberanian nelayan tradisional China tentu tidak saja didasari oleh motif eksploitasi sumber daya perikanan semata namun juga didorong oleh adanya keyakinan bahwa area ZEE Indonesia diseputaran Pulau Natuna masuk pada wilayah yang disebut nine dash line oleh pihak China. Sehingga hal ini akan berdampak pada potensi ancaman kedaulatan wilayah Indonesia dikemudian hari.
      Untuk merespons semakin agresifnya aksi eksloitasi sumber daya perikanan dan dugaan back up pihak Coast Guard China terhadap aksi nelayan mereka maka upaya Pemerintah Indonesia juga telah dilakukan melalui pemanggilan kuasa usaha Kedutaan Besar China dan pelayangan nota protes yang berisikan penegasan kesalahan kapal penjaga pantai China yang telah melanggar hak berdaulat dan yurisdiksi Indonesia di wilayah ZEE Indonesia dan landas kontinen Indonesia, menghalang-halangi penegakan hukum di Indonesia dan melanggar kedaulatan laut teritorial Indonesia.    Â
      Tak hanya dengan strategi diplomasi untuk menentang aksi klaim sepihak China atas wilayah ZEE Indonesia di Laut China Selatan, namun pemerintah Indonesia juga unjuk kekuatan dengan membangun pangkalan milter baru di Natuna sejak akhir 2018. Pendirian pangkalan militer ini memberikan peringatan kepada China bahwa Indonesia sangat tegas dalam merespon sekecil apapun potensi ancaman kedaulatan termasuk masalah di Laut China Selatan.
      Namun pertanyaan yang muncul adalah apakah dengan strategi diplomasi dan unjuk kekuatan militer diatas dapat mengurangi ancaman konflik di Laut China Selatan yang berpotensi mengancam kedaulatan Indonesia ?. Pertanyaan ini perlu dilontarkan mengingat klaim China sampai saat ini atas wilayah tersebut tak juga pupus begitu saja. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah lain selain dua strategi tersebut.
      Langkah lain yang menurut saya paling penting adalah penguatan akan nilai-nilai nasionalisme pada masyarakat yang mendiami wilayah Pulau Natuna. Internalisasi nasionalisme pada masyarakat ini akan mempertebal jiwa KeIndonesiaan dalam sanubari masyarakat Natuna. Pemerintah perlu mengintensifkan semangat bela negara dan cinta Indonesia. Program ini tak hanya menyasar kalangan dewasa namun juga menyasar anak usia dini. Sehingga sejak dini anak anak dikenalkan tentang kebangsaan dan wilayah kedaulatan Indonesia. Pemahaman yang utuh tentang Indonesia dan pentingnya menjaga wilayah Indonesia dari rongrongan pihak luar maka nantinya akan terbentuk sistem pertahanan rakyat. Rakyat tak lagi menunggu hadirnya negara dalam menjaga kedaulatan wilayah Indonesia, namun dengan kondisi minim fasilitas sekalipun masyarakat akan tetap mempertahankan setiap jengkal wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
      Hanya dengan kesadaran rakyat yang tinggi terhadap arti penting keIndonesiaan maka ancaman apapun yang merongrong wilayah Indonesia maka akan ada early warning system (sistem peringatan dini) yang muncul dalam kesadaran batiniah masyarakat Indonesia. Khususnya diwilayah Laut China Selatan, dengan kesadaran yang tinggi dari masyarakat yang bermukim diwilayah wilayah pulau terluar Kawasan Natuna maka sekecil apapun gerakan pihak asing yang dicurigai akan merongrong kedaulatan wilayah NKRI, masyarakat akan memberikan respon secara alamiah dengan melaporkan kepada pihak terkait atau mengambil langkah-langkah secara mandiri untuk memberikan penegasan terhadap klaim pihak asing terhadap wilayah Indonesia.
      Seperti misalnya para nelayan Natuna yang beroperasi diwilayah perairan ZEE Pulau Natuna dengan teknologi pelayaran yang dimiliki masih jauh tertinggal dibanding fasilitas yang dimiliki oleh nelayan pihak asing, namun dengan kesadaran yang tinggi terhadap nilai-nilai nasionalisme, maka nelayan asing yang masuk pada wilayah perairan Indonesia akan dihalau meskipun dengan fasilitas seadanya.
      Oleh karena itu dengan semakin meningkatnya kesadaraan semangat keIndonesiaan pada masyarakat pulau terluar, maka juga perlu dibarengi dengan semakin massifnya kehadiran negara pada wilayah Laut China Selatan ini. Peran BAKAMLA perlu ditingkatkan lagi dengan memposisikannya sebagai coast guard secara utuh dan ditunjang oleh fasilitas yang memadai. Sehingga dapat bersinergi dengan kekuatan rakyat serta stakeholders terkait dalam menjaga setiap jengkal wilayah perairan Indonesia. Tanpa adanya dukungan rakyat, mustahil pemerintah dapat menjalankan peran penting itu dengan optimal mengingat jangkauan pengawasan wilayah perairan Indonesia yang sangat luas. Rakyat akan menjadi mata dan telinga untuk melihat dan mendengar setiap potensi ancaman yang hadir serta dapat pula menjadi kaki tangan negara untuk memberikan effek kejut kepada pihak pihak yang mencoba merongrong kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.