Mohon tunggu...
PMII Surabaya Selatan
PMII Surabaya Selatan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Aktivis Pergerakan, Akun Resmi PC PMII Surabaya Selatan Twitter : @pmii_ss Fanspage :PMII Surabaya Selatan IG : @pmii_ss #KaderElit #maSsih_melawan

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Sanksi Adalah Konsekuensi

1 Juni 2015   11:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:24 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Tepat tanggal 30 mei 2015 kemarin lusa, sanksi FIFA yang ditakutkan akibat carut marut dunia sepak bola Indonesia digulirkan. Sanksi tersebut adalah pembekuan badan yang mengurusi sepak bola di Indonesia, yakni PSSI. Bukan tanpa sebab sanksi tersebut turun dari badan terbesar yang menangui sepak bola di seluruh dunia. FIFA menurunkan sanksi akibat tenggat waktu yang diberikan untuk menyelesaikan permasalahan antara pemerintah Indonesia dengan PSSI telah habis. FIFA menganggap intervensi atau campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini KEMENPORA kepada PSSI, dianggap menyalahi statuta (aturan) yang ada di FIFA. Mungkin itu kronologi singkat jatuhnya sanksi.

Ada yang menyikapi biasa-bisa saja, sampai ada yang menyikapinya seperti orang kebakaran jenggot. Memang cukup berasalan, apabila terjadi reaksi seperti itu. Kelompok yang menanggapi seolah-olah kita tidak bisa sepak bola lagi, karena adanya sanksi tersebut otomatis dapat membuat Indonesia (Timnas maupun Klub) tidak bisa mengikuti ajang yang ada, seperti Piala Dunia, AFC, AFF, dll. Kelompok ini juga beranggapan sepak bola kita hanya akan menjadi Tarkam (antar kampung), dalam artian tidak profesional. Namun untuk kelompok yang biasa-biasa dalam menyikapinya, menganggap itu suatu konsekuensi yang harus ditanggung. Dan kayaknya argument itu yang dapat dicerna oleh akar pikiran kita.

Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada kelompok yang bisa dibilang "overacting" dalam menyikapi sanksi FIFA, mari kita berfikir dengan akal pikiran jernih, positif dan semangat pembaharuan. Pertama, tidak ada asap, kalau tidak ada api. Ada sanksi FIFA, pasti ada kesalahan yang diperbuat oleh PSSI. Jadi menurut pemahaman saya, PSSI salah dimata FIFA. Dan itu diperkuat dengan dasar hukum sanksi FIFA, karena PSSI bisa diintervensi oleh pemerintah, dalam hal ini Kemenpora. Mungkin akan banyak sangkalan akibat argumen ini. Banyak yang akan bilang sanksi FIFA diberikan akibat sanksi Kemenpora kepada PSSI, yakni pembekuan PSSI. Dan itu akan di jabarkan dalam point selanjutanya.

Kedua, pembekuan PSSI oleh Kemenpora. Pembekuan PSSI oleh Kemenpora kronologinya hampir sama dengan sanksi yang diberikan oleh FIFA. Ada tahapan-tahapan yang dilakukan, mulai dari ucapan lisan sampai surat yang berisi teguran dan batas waktu yang diberikan. Baru jatuhlah surat pembekuaan PSSI tersebut. Kalau dilihat dari ulasan pertama dan kedua, ibarat udah jatuh tertimpa tangga pula. PSSI sudah mendapat pembekuan tingkat nasional, sekarang malah internasional. Namun tidak usah berkecil hati, apabila sudah begini, kita harus memulai dari nol lagi. kenapa demikian, dikarenakan apabila kita memulai atau meneruskan yang sudah ada, diprediksi chaos masalah sepakbola Indonesia makin berlanjut.

Maka dari itu, kita harus mulai dari awal lagi. Dan hal seperti ini, tidaklah baru bagi Indonesia. Hal serupa dan bahkan lebih besar dari ini pernah terjadi. Seperti pencabutan status PBB yang terjadi pada era pemerintahan Soekarno. Soekarno dengan santai menyikapi itu, beliau malah mendirikan poros baru seperti gerakan non-blok dan KAA. Setelah mengetahui kekuatan yang dibangun Indonesia, malah PBB menarik kembali Indonesia sebagai anggota.

Lalu pada era Gus dur, malah beliau dengan berani membubarkan departement penerangan. Yang dikenal sebagai "filter" komunikasi pemerintahan orde baru. Beliau berargumen bahwa departemen tersebut sudah dikuasai oleh koruptor dan dianggap sudah tidak dapat diperbaiki, makanya beliau berkata "kita bakar lumbungnya, biar tikusnya juga ikut mati".

Cara provokasi dan ekstrim sudah pernah dilakukan. Tapi untuk permasalahan kali ini, tidak bisa dengan cara keduanya. Mustahil jika memakai cara soekarno, dengan cara provokasi, maka Indonesia mendirikan organisasi sepak bola tandingan berskala dunia. Bukan tanpa sebab itu mustahil dilakukan, karena dulu waktu soekarno memang kita memiliki kekuatan dan disegani akibat perjuangan revolusioner merebutkan kemerdekaan. Dan waktu itu sesuai dengan negara2 asia afrika yang masih memperjuangkan kemerdekaannya. Namun sekarang, dengan prestasi sepak bola kita yang hampir terdegradasi (melihat peringkat FIFA dan dihubungkan dengan aturan kompetisi dalam liga-liga), maka cukup sulit mendapatkan kepercayaan negara lain. Apabila kita mendirikan organisasi tandingan.

Memakai cara ekstrim seperti gusdur, juga bisa dibilang tindakan bodoh. Alasannya, FIFA adalah induk organisasi sepakbola dunia, yang mempunyai tangan panjang disetiap negara untuk mengurusi segala urusan terkait sepakbola. Apabila kita tidak mempunyai itu, kita juga tidak bisa mengikuti segala yang diadakan FIFA. Maka dari itu, menurut hemat saya, apa yang dilakukan kemenpora dengan membentuk tim transisi kurang elok.

Namun, sikap dan niat untuk memperbaiki dan menata PSSI perlu diacungi jempol. Sikap Kemenpora bukannya tidak menghormati Badan sepak bola tertinggi tersebut, semata mata hanya ingin membuat sepak bola Indonesia dihormati dan membangun tradisi sepak bola yang baik, seperti Brazil, argentina, spanyol dll. Tidak malasah dengan "puasa" ikut turnamen FIFA, asal kan setelah "puasa" akan menjadi kekuatan yang diperhitungkan dan tidak bisa dipandang sebelah mata seperti saat ini. Toh sanksi yang diberikan tidak tertulis jelas sampai kapan, mungkin hanya sehari duahari, sebulan dua bulan, atau setahun dua tahun. Waktu yang menurut saya sebentar, andai ingin menjadi juara. Bandingkan waktu rata2 20-40 tahun untuk mencapai gelar profesor dalam dunia pendidikan.

Sedangkan untuk PSSI, jangan takut tidak bisa menjalankan kompetisi dan mendapat tuntutan dari klub-klub tanah air. Meskipun tidak bisa berlaga dan ikut andil dalam level Internasional, PSSI tidak dilarang untuk menjalankan kompetisi ditanah air oleh FIFA. Jangan merasa harga diri PSSI turun, akibat mengelola kompetisi yang tidak diakui FIFA, dalam bahasa pejabat PSSI yakni kompetisi TARKAM. Andai kata PSSI benar benar ingin menciptakan sepakbola yang berkualitas, tidak akan jadi masalah meskipun itu hanya tarkam, yang penting profesional dan melahirkan bintang2 berkelas. Itupun untuk kemajuan sepak bola jangka panjang. Baru setelah itu beres, PSSI mendaftar ulang ke FIFA, dan memenuhi segala persyaratan untuk menjadi anggotanya. Seperti SD (sekolah dasar), mendapat ijasah setelah mengenyam pendidikan dasar 6 tahun.

Tempo dulu Indonesia juga begitu. De facto dulu, baru de jure. Saat ini, mau bicara pengakuan Internasional bagaimana, kalau fakta sepakbola kita acak-acakan seperti ini. Dan yang terpenting, PSSI jangan seenaknya sendiri. Mentang mentang dibawah langsung FIFA, tidak lantas membuat tidak kooperatif kepada pemerintahan Indonesia. Ingat, organisasi ini masih ada kata Indonesia-nya. Oleh sebab itu, pemerintah boleh ikut andil terhadap. apa yang terjadi di organisasi ini. Masak PSSI takut dikeluarkan menjadi anggota oleh FIFA, namun PSSI tidak takut, tidak boleh memakai nama Indonesia dalam nama organisasinya. Lalu, yang diurus siapa, malaysia, singapura, ya tidak mungkin.

Oleh karena itu, saatnya dimana semua pihak yang katanya cinta sepak bola, duduk bersama, membenahi dan mengabdi untuk kejayaan sepak bola kita, tidak untuk momen 5 tahunan, tetapi untuk jangka panjang. bukan saling membenci dan mencaci. Sanksi ini bukan untuk salah satu kelompok, atau bukan tanggung jawab salah satu kelompok. Melainkan tanggung jawab kita bersama. Karena sepak bola bukan hanya milik aku, kamu saja. Melainkan milik kita bersama.

Salam Olahraga...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun