Tulisan ini tentang cerita pertemuan saya dengan seorang teman baru saya yang berasal dari negara Jepang. Chiyako namanya, usianya 19 tahun, dibalik usianya yang masih muda dia adalah seorang aktivis lingkungan yang sudah mengunkungi tujuh negara di dunia untuk berkampanye tentang lingkungan, termasuk Indonesia, tepatnya di kota Surabaya.
Dalam perbincangan yang singkat, kepada saya dia bercerita tantang pengalamannya saat dia mengunjungi berbagai negara di dunia dan tentunya dia juga bercerita tentang negaranya. Menurut dia, Jepang tidak ada bedanya dengan Indonesia. Di Jepang juga terdapat kawasan kumuh seperti di Indonesia, tetapi tentunya tidak separah di Indonesia. Selain itu, peraturan tentang regulasi kendaraan sangatlah ketat. Disetiap kendaraan umum maupun pribadi terdapat tanda batas tahun penggunaan, jika pengguna kendaraan tersebut diketahui melanggar batas tahun penggunaan kendaraan tersebut maka akan dikenakan denda yang sangat mahal. Mungkin karena hal tersebut banyak warga Jepang lebih memilih menggunakan kendaraan umum daripada menggunakan dan memiliki kendaraan pribadi. Batas penggunaan juga berlaku dialat-alat elektronik. Yang unik dari perbincangan saya dengan Chiyako tentang negaranya adalah ternyata sebagian orang Jepang menyebut kendaraan bermotor mert “H” dan “Y” adalah sampah bagi negaranya.
Dia juga bercerita tentang pengalamannya berkampanye diberbagai negara. Dia menyebutkan bahwa negara maju membuang sebagian sampahnya ke negara berkembang. India dan Cina adalah negara yang menerima sampah negara maju terbesar. Di India dan Cina damapah dipilah untuk diambil yang bisa digunakan kembali dan yang tidak bisa digunakan. Sampah yang bisa digunakan diolah menjadi barang jadi kembali, sedangkan sampah yang tidak dapat digunakan dibiarkan menumpuk dan dibakar.
Ada satu cerita yang menurut saya menarik, sedikit aneh dan susah untuk dipercaya. Saat dia bertugas dilautan selama beberapa bulan bersama dengan aktivis lingkungan lainnya, dia melewati lautan tempat kapal Titanic tenggelam dan disana dia dan aktivis lainnya masih melihat dan menemukan gunung es. Namun sesaat kemudian dia dan aktivis lainnya melihat dari kejauhan sebuah gunungan aneh, kemudia mereka mencoba mendekat untuk memastikannya. Dengan perasaan tekejut dan tidak percaya mereka tenyata menemukan gunungan sampah di tengah lautan. Mobil, alat-alat elektronik dan sampah kemasan makanan dan lainnya menumpuk dan menggunung di tengah lautan. Awalnya saya sempat tidak percaya sebelum dia menunjukkan bukti foto yang dia ambil saat dia dan aktivis lingkungan lainya bertugas dilautan, setelah melihat foto-foto tersebut saya baru percaya 100%. Saya sedikit kaget saat melihat foto-foto tersebut saya melihat diantara tumpkan sampah tersebut terlihat sebuah kemasan mie instan favorit orang Indonesia dan kemasan detergen warna hijau yang biasa digunakan para ibu-ibu untuk memcuci pakaian. Yang ada dalam pikiran saya saat itu adalah semoga sampah-sampah tersebut buka ulah dari oknum-oknum dari negara kita. Amien.
Nb: mohon maaf, bukti foto-foto tidak dapat saya tampilkan dalam tulisan ini dikarenakan pertemuan kami saat itu yang terbatas, sehingga saya tidak sempat mengcopy.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H