Satu bulan terakhir Sang Bumi Ruwai Jurai berduka, kerusuhan terjadi di Lampung Selatan antara Desa Balinuraga dengan Desa Agom dimana dalam kerusuhan itu diberitakan 14 orang meninggal dunia dan beberapa rumah rusak dan hangus terbakar, disusul kerusuhan yang terjadi di Lampung Tengah antara warga Desa Buyut dengan Desa Kesumadadi yang mengakibatkan beberapa rumah rusak dan hangus terbakar. Berbagai versi tentang kronologis kejadian bermunculan, ada yang menenangkan namun tidak sedikit kabar yang berkembang justru semakin memanaskan suasana. Alangkah baiknya bila kita tidak terjebak tentang siapa yang salah dan siapa yang benar karena dalam sebuah pertikaian setiap pihak akan selalu menjadi pihak yang merasa benar. Pertanyaan terpenting dari kejadian ini adalah bagaimana hal seperti ini bisa terjadi di negara hukum, di mana aparat hukum berada?, di mana wakil rakya berada?, dimana para pemimpin berada?, harus berlindung kepada siapa rakyat yang menjadi korban??!!.
Aparat hukum dalam hal ini Kepolisian seharusnya sudah bisa mengantisipasi meledaknya kerusuhan ini, jika saja sejak awal pihak Kepolisian bertindak tegas dengan menangkap dan memproses secara hukum pihak yang dituduh sebagai pelaku pelecehan seksual dalam hal ini yang menjadi pemicu terjadinya kerusuhan di Lampung Selatan, mengungkap serta menangkap pelaku pencurian sapi yang marak terjadi di Desa Kesumadadi sehingga tidak terjadi aksi main hakim sendiri yang menimbulkan korban jiwa dalam hal ini yang menjadi pemicu terjadinya kerusuhan di Lampung Tengah. Rakyat membayar pajak merupakan kewajiban, rakyat mendapatkan perlindungan adalah hak. Aparat keamanan digaji dan diberi perlengkapan senjata dari uang rakyat, aparat diberi senjata bukan untuk menindas rakyat, aparat diberi senjata untuk melindungi rakyat. Dimana wakil rakyat, terutama wakil rakyat yang berasal dari daerah pemilihan wilayah yang bertikai, apakah mereka buta atau juga tuli, ketika rakyat bergejolak seharusnya mereka mendampingi, memberi solusi agar riak-riak pertikaian tidak menjadi gelombang kerusuhan. Bupati entah kemana, Gurbernur tak tahu rimbanya, sementara Presiden sedang asik mengikuti jamuan makan serta "berlutut" untuk menerima penghargaan pribadi dari Ratu negara lain disaat rakyatnya sedang saling bunuh. Entah kepada siapa rakyat harus mengadu, kepada siapa rakyat harus berlindung, hukum tak lagi berwibawa, aparat tak lagi berdaya, wakil rakyat tak lagi bisa dipercaya, pemimpin tak lagi menjalankan amanatnya.
Kini diberitakan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam pertikaian sudah berdamai, pengungsi berangsur kembali ke rumah masing-masing, kerusakan secara berangsur diperbaiki, walaupun masih sedikit mencekam keadaan sudah relatif aman. Apakah masalah sudah selesai? Tidak!!! Hukum harus ditegakkan!, perdamaian sudah disepakati, kerusakan sudah mulai diperbaiki, tapi yang mati tidak bisa hidup kembali, trauma tetap menghantui. Tangkap dan adili pemicu kerusuhan, tangkap dan adili pelaku kerusuhan, tangkap dan adili provokator yang menjadi dalang kerusuhan sesuai hukum yang berlaku, beri sangsi tegas aparat yang bertanggung jawab terhadap wilayah konflik karena tidak bisa mencegah terjadinya kerusuhan, tuntut wakil rakyat dan pemimpin terkait agar bertanggung jawab secara moral.
Hanya itu solusi agar negara ini menjadi negara hukum yang sebenarnya, agar kerusuhan tidak terulang kembali, agar rakyat merasa terayomi, agar aparat hukum lebih serius dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya, agar wakil rakyat dan para pemimpin peka terhadap rakyatnya. "Hukum harus ditegakkan walau langit akan runtuh" Kami warga Lampung cinta damai, sekian lama kami hidup berdampingan dengan berbagai suku bangsa tanpa adanya perselisihan, semoga kerusuhan ini menjadi kerusuhan terakhir di Bumi Ruwai Jurai dan juga seluruh Indonesia, amin...!!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Vox Pop Selengkapnya