Mohon tunggu...
Supri Yatno
Supri Yatno Mohon Tunggu... profesional -

Supriyatno adalah seorang Counselor, Trauma Therapist, Freelace Writer, dan Founder Peduli Trauma. Aktif memberikan konseling baik secara online maupun dalam bentuk pertemuan langsung support group mengenai permasalahan trauma masa kecil, trauma perceraian, trauma KDRT, kesehatan mental, trauma kehilangan, dan mind-body connection. Link:http://www.wix.com/supriyatno/personalsite, http://www.facebook.com/groups/pedulitrauma/

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pacaran Vs Pernikahan

11 November 2011   12:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:47 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa setelah pernikahan berbeda dengan ketika saat kita pacaran. Saat dalam masa pacaran kita cenderung untuk menampilkan kesempurnaan dan menyembunyikan sesuatu yang dapat mempermalukan diri kita pada pasangan karena di sana ada rasa takut kita tidak diterima oleh pasangan kita. Maka kemudian kita menutupi keaslian diri kita.

Ada 2 interaksi yang terjadi antara 2 jiwa begitu seseorang sudah terikat karena pernikahan:

Yang pertama, salah satu pasangan - biasanya suami - bagaikan mendapatkan mangsa di dalam perangkap yang telah dibuatnya saat pacaran. Lalu pernikahan dijadikannya sebagai "tempat pembantaian" yang digunakan untuk sarana perendahan, penyalahan, pelampiasan emosi-emosi, pengendalian, dan untuk mendapatkan "kekuasaan."

Yang kedua, suami atau istri terbangkitkan kembali ingatan-ingatan masa lalu saat bagaimana ayahnya atau ibunya memperlakukannya, atau ingatan-ingatan saat ayahnya memperlakukan ibunya atau ibunya memperlakukan ayahnya. kemudian, ingatan-ingatan - yang tetap tersimpan di dalam bawah sadar - ini menjadi cara mereka dalam berinteraksi dengan pasangannya. Bila mereka tidak bisa saling mengekpresikan diri atau terbuka pada pasangannya, itu adalah interaksi yang mereka lihat dan terjadi di dalam keluarganya ketika mereka masih kecil.

Cinta yang membuat 2 jiwa memutuskan untuk bersatu. Tapi bukan cinta yang membuat sebuah penyatuan 2 jiwa tetap bertahan. Kalau pun bertahan, di dalamnya selalu ada kepura-puraan.

Supriyatno
Counselor,Trauma Therapist, Freelance Writer, Founder of Peduli Trauma
http://www.wix.com/supriyatno/personalsite
http://www.facebook.com/groups/pedulitrauma/
E-mail: pedulitrauma@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun