Mohon tunggu...
Refra Elthanimbary
Refra Elthanimbary Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang Penulis lepas yang melepas diri dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

"Pemerintah Tidak Boleh Memaksa"

11 November 2021   16:04 Diperbarui: 11 November 2021   18:00 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Shutterstock

Secara jernih dan sadar, tidak akan ada titik temu dalam praktek beragama. Dalam istilah yang lebih jelas lagi, tidak mungkin seseorang yang beragama Kristen misalnya, harus melakukan ibadahnya dengan tata cara peribadatan yang dilakukan oleh umat islam. Bahkan, dalam konteks yang lebih kecil misalnya, seorang yang alergi terhadap ikan, tidak mungkin "dipaksa" oleh siapapun itu untuk mengkonsumsi ikan. Karena tentu akan menyakiti, dan menghilangkan hak pribadi orang tersebut. Artinya, ada ruang dan batasan yang harus dijaga, agar semua berada pada jalur, dan dapat melaksanakan hak-haknya tanpa ada paksaan.

Negara hadir sebagai suatu "wadah", untuk menjaga dan menjamin warga negara agar tetap mendapatkan haknya. Artinya, dalam hal yang privat, bahkan universal, negara tidak boleh "memaksa" semua orang harus sama dalam dimensi agama, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Tetapi sebaliknya, negara harus hadir dan dapat menjamin bahwa hak beragama, politik, ekonomi, sosial dan budaya dapat dijalankan dengan baik oleh warga negaranya.

Kecenderungan memaksakan semua dimensi tersebut, agar dilaksankan oleh warga negara, adalah awal dari perpecahan. Persatuan yang dibangun, dengan "kalimat yang sama" pada dasarnya tidak perlu diganggu-gugat. Negara harus menjaga agar sekat-sekat kamar agama untuk tidak "rusak" dindingya, sehingga "aroma" dari kamar tersebut dapat mengganggu kenyamanan penghuni kamar lainnya. Dalam artian, negara tidak boleh dengan sengaja, apalagi memeliki unsur kesengajaan membiarkan kebocoran bahkan ingin menghancurkan sekat-sekat yang sudah ada menjadi satu ruangan yang luas.

Negara Adalah Rumah Besar

Dalam bernegara, harusnya seperti rumah besar, tidak elok rasanya dipandang mata jika rumah kita tidak memiliki kamar tidur, ruang tamu, dapur atau bahkan kamar mandi. Artinya, tidak mungkin rasanya kita akan mandi, atau bahkan buang hajat di dalam ruang yang akan kita pakai untuk tidur.

Atau kita akan makan, di ruang  yang kita pakai untuk mencuci, rasanya tidak mungkin. Maka, ruang-ruang yang sudah ada di dalam satu rumah, biarkan pada fungsinya. Sehingga memiliki nilai sebagai sebuah rumah, bukan sebagai sebuah ruangan serbaguna yang tidak elok dipandang mata.Kesadaran-kesadaran ini, yang sebetulnya harus dibangun di dalam konteks bernegara.

Negara harus sadar betul, akan keindahan sekat-sekat beragama yang ada. Dalam konteks kerukunan beragama, pemerintah rasanya tidak perlu membangun narasi "ini dan itu". Karena rukun yang sesungguhnya adalah bagaimana hak-hak masing-masing pemeluk agama yang tetap terjaga. Bukan sebaliknya untuk saling mecampuradukkan perilaku beragama, biarkan masing masing pada kamarnya.

Maka perlu ada autokritik bagi segala unsur bangsa untuk memiliki "kesalehan pikiran", agar tidak membangun narasi "ini dan itu" seolah agama mengajarkan paham radikalisme. Perilaku oknum tidak bisa rasanya disandarkan pada satu agama tertentu. Karena jika seperti itu, maka akan banyak perpecahan dalam bernegara. Waallahu a'lam bisshowwab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun