Mohon tunggu...
Supriyadi Aisyana
Supriyadi Aisyana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Realistis & rasional https://twitter.com/supri_aisyana https://www.facebook.com/javapeopleonly

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Taat Konstitusi atau Konstituen

24 Maret 2014   08:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:34 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering


Membahas tentang konstitusi memang agak sedikit riskan dalam sebuah komunitas bermasyarakat.Dalam beberapa hal,terkadang sesuatu yg berlandaskan konstitusi tidak terlalu diperhatikan dalam sebuah usaha untuk menggapai sebuah tujuan.Ironisnya banyak hal yang berbau konstituen atau konvensional,justru menjadi raja dalam dinamika kehidupan masyarakat modern ini,misalnya pacaran.Terkadang orang tua justru mensupport anak gadis mereka,dalam berlomba mencari pasangan yang berkuantitas,tanpa dibekali pendidikan akhlak yang berkualitas.Dalam hal ini lebih banyak terjadi pada wanita.

Dalam perkembangannya,yang menurut orang tua mereka tersebut baik untuk jadi pacar anak gadisnya,malah menjadi bumerang untuk masa depan anak gadis tersebut.Seiring berjalannya waktu,ketika si lelaki jenuh dengan kemanjaan si gadis.Tanpa ada omongan apapun,tiba-tiba si lelaki pergi meninggalkan gadis tersebut,atau lebih dikenal dengan istilah putus.Ternyata sang gadis tidak menerima keputusan sepihak tersebut.Terjadilah masa transisi,yang tadinya strong karena adanya pasangan,menjadi down ataugalau karena ditinggal pasangannya.

Dengan berbekal alasan perasaan(bukan logika lho ya),terjadilah sebuah peristiwa yang sangat mengerikan.Sebuah kejadian,dimana seorang manusia sudah berani mendahului takdir Tuhan,atau malah mungkin bisa disebut melawan takdir Tuhan.Sang gadis pun nekat mengakhiri hidupnya,dengan alasan tak bisa hidup tanpa pacarnya.

Orang tua gadis itu pun sepakat,bahwasannya si lelaki mantan pasangan anak gadisnya tersebut dijadikan tertuduh.Padahal dalam realitanya,lelaki itu sehat-sehat saja dalam berpacaran.Dia tidak melakukan pelecehan,tidak merampas barang berharga,dan juga tidak melakukan kekerasan secara fisik.Dalam perspektif konstitusional,si lelaki ini tidak mungkin bisa diberikan sanksi secara pidana.Tapi orang tua gadis tersebut tetap tidak terima dan akan membawa hal tersebut ke ranah pidana.

Para orang tua tersebut tidak sadar,bahwasannya yang diatur dalam konstitusi itu adalah pernikahan,bukan pacaran.Apa mungkin seorang manusia bisa dikenai sanksi pidana,hanya karena memutuskan pasangannya?Jelas-jelas dalam peristiwa tersebut,si lelaki tidak melakukan sebuah tindakan yang mengandung unsur kriminalitas.

Dunia memang semakin tua dan semakin gila.Kaum pluralis pun sedikit kewalahan berhadapan dengan kaum apatis.Yang selalu realistis dan rasional saja,masih dikalahkan kaum irasional.Semoga saja istilah”Taat Konsitusi dan Bukan Taat Konstituen”, akan selalu bergema dalam dinamika kehidupan masyarakat di Republik tercinta ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun