Banyak yang bilang bila aktivitas berkebun itu baik bagi kesehatan jiwa dan raga. Bahkan ada yang menganggap bahwa bercocok tanam itu bisa mengurangi stress akibat kerja. Sehingga banyak orang yang menjadikan berkebun sebagai aktivitas pilihan ketika sedang liburan di rumah. Tanpa melalui pembuktian sebuah riset yang mendalam atau survey, bisa ditarik kesimpulan awal bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang suka berkebun. Gak percaya?
Coba saja perhatikan, hampir di setiap rumah orang Indonesia itu selalu ada tanamannya. Entah itu tanaman hias seperti bunga-bungaan, atau tanaman toga, tanaman sayur mayor, hingga pohon buah- buahan atau tanaman beluntas sebagai pagar rumah. Ada yang menanam di tanah, di pot, di polybag, di bekas kaleng cat, atau di bekas periuk nasi. Pokoknya bisa untuk tempat menanam. Apa saja bisa mereka tanam, dan dimana saja tempatnya akan mereka gunakan untuk menanam.
Hal ini dimungkinkan karena nenek moyang kita ini asalnya memang dari desa yang berprofesi sebagai petani. Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris dengan tanah yang subur menjadikan tanaman gampang tumbuh disini. Sampai-sampai Koes Plus mengungkapkan Tongkat kayu dan Batu Jadi Tanaman untuk menggambarkan betapa suburnya tanah air kita. Maka tak heran bila secara sadar atau tidak masyarakat kita ini gemar menanam karena mewarisi DNA nenek moyangnya.
Di dalam setiap rumah walaupun tidak semuanya hobi berkebun, tapi setidaknya masih ada satu dua orang yang suka berkebun. Dan itu bisa dibuktikan dengan adanya tanaman yang terdapat di rumah tersebut. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana dulu pernah ada fenomena bunga gelombang cinta yang sempat viral karena mahal harganya. Ketika itu banyak orang yang tiba-tiba menjadi kolektor dan penjual bunga dadakan.
Kegiatan berkebun juga menjadi sangat diminati masyarakat ketika terjadi wabah pandemic covid. Pada waktu itu orang tidak boleh keluar rumah, maka satu-satunya kegiatan yang banyak dilakukan orang di rumah adalah berkebun. Kondisi tersebut memicu harga-harga bunga tertentu menjadi sangat mahal karena banyak diburu orang. Sebut saja nama-nama bunga seperti janda bolong, anthurium, caladium, aglonema, monster dan lain-lain banyak dicari orang karena harganya yang mahal.
Secara tidak langsung fenomena tersebut memberikan bukti lain bahwa hakekatnya masyarakat kita itu adalah masyarakat yang gemar berkebun. Bahkan pernah ada salah satu lingkungan di kota Malang yang Ketua RW nya membuat program menanam untuk seluruh kampung. Begitu terpilih menjadi ketua RW, dia membuat gebrakan dengan melakukan program menanam di seluruh kampung di wilayah RW nya.
Tanaman dijadikan salah satu syarat untuk bisa mendapatkan tanda tangan surat dan stempel RW. Â Warga yang akan mengurus surat ke RW harus bisa menunjukkan bukti tanaman di rumahnya. Jika tidak memiliki tanaman di rumahnya maka pak RW akan menolak untuk memberi tanda tangan. Dia hanya mau menanda tangani surat untuk warga yang memiliki tanaman di rumahnya.
Kebijakan yang diterapkan oleh ketua RW tersebut tentu saja pada awalnya akan mendapatkan tentangan dari sebagian warga, tapi pada akhirnya warga mau juga mengikuti peraturan tersebut. Cara yang dilakkukan oleh ketua RW ini adalah sebagai upaya dia untuk melatih kebiasaan menanam di lingkungan kampungnya. Kadang untuk mengajak hal baik itu perlu untuk dipaksa, seperti yang telah dilakukan oleh ketua RW tersebut.