“Sayurnya ini organik apa tidak? Soalnya saya sudah biasa konsumsi sayur organik?”
"Ah nggak dulu, saya sudah punya langganan sayur"
Begitu antara lain ragam komentar dari masyarakat ketika itu. Tapi, kami tidak putus asa. Kami tetap berusaha memberikan pengertian kepada calon pelanggan bahwa kelebihan sayur hidroponik itu antara lain bebas pestisida, lebih segar, dan lebih kres dibanding sayur biasa. Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang keunggulan sayur hidroponik itu sangat penting.
Selalu ada jalan keluar dari setiap kesulitan. Perlahan tapi pasti sudah mulai ada konsumen yang membeli sayur hidroponik kami. Selain konsumen perorangan, juga sudah mulai ada ‘bakulan’ yang membeli sayur panenan kami.
Puncaknya adalah ketika salah seorang kawan yang mempunyai usaha rumah makan membutuhkan pasokan selada keriting 10 kg 20-kg per minggu. Kami pun sepakat untuk menjadi pemasok sayur untuk warung teman tersebut sesuai harga yang sudah disepakati.
Sejak saat itu roda pertanian hidroponik rumahan kami mulai berjalan lancar. Harapan dari setiap petani hidroponik adalah sayur yang mereka tanam itu sudah memiliki pembeli yang pasti. Petani menjadi lebih tenang karena pasarnya jelas. Mereka tidak perlu berebut, apalagi saling sikut untuk mendapatkan pembeli.
Dan ketika pandemi melanda dunia, praktis aktivitas menanam dan berjualan sayur hidroponik kami terhenti. Kami tidak bisa lagi menjual sayur karena warungnya juga tutup. Dan tentunya bukan hanya kami yang mengalami hal seperti ini, tapi banyak petani hidroponik lain yang mengalami nasib yang sama.
Kami perlu rehat sejenak. Mengatur nafas. Untuk nanti siap bangkit lagi.
Walaupun sejatinya, kami sendiri tidak benar-benar berhenti berhidroponik. Kami tetap menanam, setidaknya untuk konsumsi keluarga sendiri dan dibagikan ke tetangga.