Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Aktivitas Hari ke-90 Sebagai Pensiunan PNS

30 April 2024   21:42 Diperbarui: 30 April 2024   21:58 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Imam Mudin, Pak Tri Wahjoedi, dan Pak Marjani (dokpri)

Aktivitas Hari ke-90 sebagai Pensiunan PNS

Surat Keputusan Pensiun saya tertanggal 1 Februari 2024. Hari ini tanggal 30 April 2024, tepat sembilan puluh hari menjalani status sebagai pensiunan PNS (Pegawai Negeri Sipil). Waktu berjalan terasa begitu cepat. Sudah tiga bulan berlalu.

Aktivitas pagi di rumah berjalan dengan aman. Sarapan pagi tetap saya lakukan pada waktu dan jam sama seperti saat masih aktif bekerja di disdikpora Penajam Paser Utara (PPU) sebagai pengawas sekolah jenjang SMP.

Rutinitas mengetik menggunakan laptop saya lakukan setelah selesai menikmati secangkir kopi ginseng. Dengan rutin mengetik setiap hari, saya merasakan pikiran lebih nyaman.

Pada sela-sela waktu mengetik, saya sering menyelingi dengan membaca-baca pesan pada WAG.  Mendekati pukul tujuh pagi ada informasi bahwa suami Bu Suharti (kasi pada dikdas disdikpora PPU) meninggal dunia.

Informasi tersebut terus bergulir. Banyak grup WA yang menginformasikan hal serupa. Pada media sosial pun saya temukan informasi tersebut.

Tangkapan layar FB (dokpri)
Tangkapan layar FB (dokpri)

Saya pun cepat bergerak. Informasi dari berbagai sumber sudah cukup untuk meyakini kebenaran informasi tersebut. Untuk melayat atau takziah perlu dicari waktu yang pas. Saya memperkirakan pemakaman akan dilakukan sebelum pukul 12.00. Itu kebiasaan yang saya tandai.

"Mas ada singkong rebus!"

Terdengar suara istri tercinta dari dapur. Saya pun mengiyakan. Rencana untuk segera berangkat ke Nipah-Nipah, rumah kediaman Bu Suharti terpaksa tertunda.

Saya segera ke dapur untuk menikmati singkong rebus yang tentunya masih hangat. Ketika mengambil beberapa potong singkong yang berwarna putih bersih itu, saya teringat untuk mencari teman makan singkong. Saya pilih membuat minuman teh panas.

"Katanya mau melayat?" tegur sang istri.

"Sebentar!" jawab saya pendek.

Setelah menikmati beberapa potong singkong rebus dan satu cangkir minuman teh hangat, saya segera bersiap menuju Nipah-Nipah, sekitar enam kilometer dari rumah kami di Perumahan Penajam Indah Lestari, Kilometer satu setengah Penajam.

Sepeda motor butut kesayangan masih setia menemani perjalanan saya ke Nipah-Nipah. Rumah Bu Suharti cukup dekat dengan masjid Nipah-Nipah. 

Saya melihat ada beberapa mobil terparkir di halaman masjid. Pada saat saya akan berbelok masuk ke masjid, ada empat orang sedang berdiri di halaman. Mereka cukup saya kenal.

Pak Marjani bersama dengan sang istri. Kemudian dua orang yang lain adalah pengawas SD dan pengawas SMP yang berdomisili di Kecamatan Babulu, Pak Imam Mudin dan Pak Tri Wahjoedi.

Dokpri
Dokpri
Setelah memarkir sepeda motor, saya pun bergabung dengan mereka, berdiri di halaman masjid.  Pak Marjani menginformasikan bahwa jenazah sudah dibawa ke tempat pemakaman. Jadwal pemakanan dimajukan. Sebelumnya diinformasikan bahwa jenazah akan dimakamkan pada pukul sebelas.

Lokasi pemakaman kami belum tahu persis sehingga kami tidak menyusul ke sana. Di rumah kediaman Bu Suharti hanya ada beberapa ibu di sana. 

Ketrucut. Begitu istilah yang saya gunakan. Kalau diartikan dalam bahasa Indonesia kurang lebih "ketinggalan". Jika saya berangkat lebih pagi ada kemungkinan bisa ikut menyalatkan dan ikut mengiringi jenazah ke pemakaman. Berhubung berangkat dari rumah sudah agak siang, mendekati pukul sepuluh pagi, saya tidak dapat mengikuti prosesi tersebut. Demikian pula Pak Marjani, Pak Imam Mudin, dan Pak Tri Wahjoedi.

Setelah beberapa saat kami berbincang di halaman masjid, ada pegawai lain yang baru datang untuk takziah. Pak Agus Dahlan, mantan siswa SMA Penajam yang sudah menjadi pejabat di kabupaten datang bersama seorang rekannya.

Selanjutnya, kami bertiga (saya, Pak Imam Mudin, dan Pak Tri Wahjoedi) bersepakat untuk menuju warung soto DPR ( Di bawah Pohon Rindang) yang berlokasi dekat kantor kemenag kabupaten.

"Motor sampeyan ditinggal di sini saja, ikut mobil saya!" 

Demikian ajakan Pak Imam Mudin. Saya pun menurut. Sebelum masuk ke dalam mobil, Pak Tri Wahjoedi meminta saya duduk di depan mendampingi sang driver. Saya pun menurut saja.

Dokpri
Dokpri
Dalam perjalanan menuju warung soto DPR, kami berbincang ringan. Baru beberapa meter meninggalkan masjid Nipah-Nipah, ada telepon masuk ke HP Pak Imam Mudin.

Untuk melayani sang penelepon, Pak Imam Mudin menepikan mobil pribadinya itu. Ada berkas (file) yang diminta oleh sang penelepon. Dengan begitu, perlu menghentikan mobil agar dapat mengirimkan berkas dengan nyaman.

Perjalanan dilanjutkan setelah Pak Imam Mudin mengirimkan berkas yang diminta lewat komunikasi melalui HP tersebut. Hanya beberapa menit mobil sudah sampai di tempat tujuan.

Parkir di seberang warung soto
Parkir di seberang warung soto
Pada sisi jalan depan warung sudah cukup banyak mobil yang terparkir. Untuk itu, Pak Imam Mudin memarkir mobilnya di seberang jalan, pada sisi jalur  di samping.

Menunggu pesanan (dokpri)
Menunggu pesanan (dokpri)

Seperti biasa, sebelum duduk kami memesan model makanan soto yang akan disantap. Lombok atau cabe berapa jumlahnya harus disebutkan karena lombok langsung dilumatkan pada mangkok. Tidak ada sambal yang terpisah.

"Saya lima lomboknya!" kata Pak Tri Wahjoedi.

Seperti biasa saya hanya berani dengan lombok satu biji dan nasi dipisah pada mangkok kecil. Nasi tidak dicampur dalam mangkok yang berisi racikan soto dengan kuah hangat.

Dokpri
Dokpri
Sambil menunggu pesanan dibuatkan, saya menyempatkan waktu dengan memotret pengunjung warung yang lain. Pada meja di belakang saya, ada rombongan pegawai dari Dinas Pwrpustakaan dan Arsip Kabupaten yang diketuai oleh Mbak Umi. 

Dokpri
Dokpri
Pada meja lain, saya melihat ada rombongan bapak-bapak polisi. Dengan santai saya mengambil gambar atau memotret pengunjung warung soto itu.

Dokpri
Dokpri

Saya melihat cukup banyak polisi yang menikmati soto di warung sederhana tetapi cukup ramai pengunjung itu. Biasanya pada hari kerja banyak pegawai yang sarapan atau makan siang di sana.

Dokpri
Dokpri
Tidak berapa lama, pesanan kami pun diantarkan. Untuk saya, ada dua mangkok. Satu mangkok agak besar berisi racikan soto dengan kuah hangat dan satu mangkok kecil berisi nasi putih.

Dokpri
Dokpri
Pak Imam Mudin dan Pak Tri Wahjoedi pun mulai menikmati soto yang hangat dan cukup nikmat. Racikan yang berada di dalam mangkok cukup komplit. Rasa sudah sesuai selera. Tidak terlalu asin dan juga tidak hambar. Pas di lidah.

Sambil menikmati soto hangat itu sesekali kami mengobrol ringan. Pak Imam Mudin paling banyak bercerita dan bertanya. Saya pun ikut terlibat dalam perbincangan ringan itu.

Saya benar-benar merasa beruntung dapat berjumpa dengan dua pengawas yang masih aktif berdinas tersebut. Pak Tri Wahjoedi masih empat setengah tahun berdinas sedangkan Pak imam Mudin masih cukup lama, sekitar sepuluh tahun baru akan pensiun.

Selesai menikmati soto hangat dan minuman jeruk, kami bergegas meninggalkan warung karena ada pengunjung yang baru datang. Tempat duduk atau kursi sangat terbatas. Kami harus tahu diri. Tidak pantas berlama-lama nongkrong sementara ada pengunjung yang belum dapat tempat duduk.

Dokpri
Dokpri
Kami berjalan menyeberang pada sisi jalan di depan warung soto. Formasi masih seperti semula. Saya duduk di samping driver. Pak Tri Wahjoedi duduk di bangku tengah.

Saya diantar ke tempat semula, yaitu di halaman masjid Nipah-Nipah. Setelah mengucapkan terima kasih dan berjabat tangan saya segera turun dari mobil.

Sepeda motor butut yang terparkir aman segera saya datangi. Perlahan-lahan saya pasang kunci kontak dan mulai menjalankan sepeda motor itu.

Ada dua agenda berikutnya yang akan saya lakukan sebelum pulang kembali ke rumah, yaitu membeli buah-buahan segar dan membeli BBM.

Dokpri
Dokpri
Untuk membeli buah-buahan tidak menemui kendala karena tidak ada antrean. Saya dapat memilih tiga jenis buah-buahan yang saya minati, yaitu buah naga, buah semangka merah, dan buah anggur merah.

Pada saat berada di SPBU, saya harus bersabar karena ada antrean dan cuaca cukup panas. Alhamdulillah, giliran untuk mendapatkan BBM pun terwujud. 

Demikianlah aktivitas saya pada hari ke-90 saat pagi hingga menjelang tengah hari. Saya benar-benat merasa bahagia dapat menjalani rencana meskipun tidak semua sesuai yang diharapkan, khususunya pada saat takziah.

Penajam Paser Utara, 30 April 2024 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun