Menepis Rasa Rindu
Cici tertawa lepas di samping Imah. Keduanya cepat akrab karena saling terbuka. Secara seklias Cici menceritakan teman-teman satu kelasnya. Imah dengan semangat mendengarkan penuturan Cici yang selalu tampil ceria.
Sebagai mahasiswa pindahan dari kampus lain, Imah perlu banyak mendengar dan merekam kondisi, situasi, dan hal-hal penting yang ada di kampusnya. Setiap informasi tidak ditelan mentah-mentah. Ia hanya merekam. Rekaman tidak harus dipercaya tetapi sebagai barang bukti, begitu prinsip yang dipegang teguh Imah.
"Maaf, ya. Saya harus bersiap-siap untuk presentasi kuliah Sastra," tutur Cici ketika Imah ingin info tentang teman-teman cowok sekelasnya yang masih jomlo.
**
Waktu yang ditunggu Cici datang begitu cepat. Saat ia selesai menyiapkan tayangan power point, bel tanda masuk mata kuliah Sastra sudah terdengar. Teman-teman Cici sudah banyak yang berada di ruang kelas. Hanya beberapa orang yang datang belakangan.
Pak dosen dengan senyum khasnya memberi salam sambil menyapu pandangan ke seluruh ruangan. Seolah-olah ada seseorang yang sedang dicarinya. Setiap mahasiswa yang dituju sorot mata pak dosen menegakkan punggungnya agar terlihat jelas.
"Baik, presentasi bisa dimulai. Dipersilakan saudari Cici untuk memulai."
Mahasiswi yang disebut namanya sudah sangat siap. Langkah kakinya sangat mantap. Suasana hening begitu terasa. Suara lantai yang dilalui hentakan sepatu Cici begitu teratur. Tok tok tok. Jeda antarlangkah seperti hitungan dirijen untuk memulai suatu lagu yang dinyanyikan secara bersama.
"Pulau Bali adalah pulau yang begitu banyak cerita. Ada beberapa pengarang lagu yang memakai nama tempat di pulau Bali dalam lirik lagu ciptaannya. Salah satu lirik lagu akan kita dengarkan bersama."
Cici bergegas mendekati laptop di meja kemudian memutar satu lagu yang sudah disiapkan. Teman-temannya begitu antusias. Sorot mata mereka fokus ke layar presentasi di dekat Cici berdiri.