Pagi-Pagi Mendapat "Surat Cinta" dari Kompasiana
Seperti biasa, setiap pagi saya menulis puisi berbentuk pantun. Hal itu biasa saya lakukan sebelum pukul 06.00 Wita. Dalam pikiran masih segar dan kondisi fisik masih fit, saya dapat menulis pantun dua bait dalam waktu yang tidak lama.
Setelah konsep pantun selesai, saya selalu mencari foto untuk pemanis dalam tayangan. Pagi hari Ahad tanggal sepuluh Maret 2024 itu saya ingin menampilkan foto yang masih baru.
Untuk itu, saya keluar rumah mencari objek yang menarik untuk difoto. Pada saat saya sedang beraksi, ada seseorang yang bertanya dengan santai.
"Memfoto apa, Pak?" tanya Pak Ahmad Muzni, ketua RT 22 Kelurahan Penajam, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
"Memfoto masjid, Pak!" jawab saya pendek.
Proses selanjutnya, saya segera memasang foto itu untuk pantun yang sudah selesai saya tuliskan. Dalam pemilihan KATEGORI, saya pilih RAMADAN mengingat isi pantun terkait Ramadan.
Saat saya tayangkan, ada peringatan bahwa jumlah kata kurang dari tujuh puluh (70). Saya pun baru teringat bahwa kategori yang saya pilih tidak benar. Seharusnya saya pilih KATEGORI PUISI.
Berhubung sudah telanjur, saya tambahkan kata-kata pengantar pada bagian awal tulisan, sebelum pantun. Tujuan menambahkan kata-kata adalah untuk menggenapi jumlah minimal kata dalam sebuah artikel, yaitu tujuh puluh kata.
Selanjutnya, saya cek tulisan angka di sudut kanan bawah, sudah lebih dari seratus kata. Kemudian, segera saya klik tombol Tayangkan, dan seterusnya.
Tidak lama berselang muncul notifikasi dari admin Kompasiana. Peringatan atau surat cinta saya terima dengan sedikit kaget. Tulisan akan ditinjau ulang. Demikian inti dari surat cinta itu.