Menyoroti Sistem Zonasi PPDB
sekolah (negeri), selalu ada "keributan" pada daerah padat penduduk usia sekolah. Masalah muncul karena daya tampung terbatas. Jumlah pendaftar melebihi daya tampung kelas. Misalnya, sekolah A hanya menerima 28 peserta didik sementara jumlah pendaftar 50 anak. Seleksi pun akhirnya diberlakukan. Meskipun persyaratan umum para pendaftar terpenuhi (zona wilayah dan usia) tetapi daya tampung yang tidak cukup. Jika hanya mengacu pada persyaratan umum, semua pendaftar seharusnya diterima.
Setiap menjelang penerimaan peserta didik baru di suatuBerhubung daya tampung pada beberapa sekolah terbatas, diadakanlah aturan yang diada-adakan untuk "mengusir" pendaftar yang sebenarnya mempunyai hak yang sama dengan pendaftar lain. Soal jarak dari rumah ke tempat belajar yang dituju (sekolah) diukur. Pendaftar yang lebih dekat dengan sekolahlah yang diterima. Kemudian seleksi usia. Semakin tua usia semakin mempunyai peluang untuk diterima.
Jalur afimasi dan prestasi sering kurang mendapatkan perhatian, padahal dua jalur itu dapat dipilih jika pendaftar dapat "mengurangi" kuota zonasi. Panitia PPDB yang "cerdas" pasti akan mengarahkan pendaftar yang memiliki prestasi untuk mendaftar lewat jalur tersebut, meskipun peluang lewat jalur zonasi sangat besar untuk diterima.
Sekolah Nonformal Kemana?
Pada saat PPDB untuk sekolah formal (PAUD, TK, SD, SMP, SMA) sedang berlangsung, sangat jarang ada promosi dari sekolah-sekolah nonformal (kursus-kursus, dan sejenisnya). Mengapa para penyelenggara pendidikan nonformal tersebut tidak ikut berpromosi? Bukankah jalur pendidikan nonformal juga legal, ada izin, dan dapat membawa anak-anak untuk mencapai cita-citanya?
"Pemaksaan" para orang tua agar putra-putrinya mendaftar jalur sekolah formal perlu dievaluasi. Pemerintah sudah seharusnya memberikan informasi lebih terbuka bahwa jalur pendidikan nonformal itu  (program paket A, B, dan C) resmi dan ijazahnya dapat digunakan untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Â
Dengan informasi lebih terbuka dan disosialisasikan jauh hari, para orang tua dan anak-anak yang tidak tertampung di sekolah negeri dapat segera mendaftarkan diri pada jalur pendidikan nonformal tersebut. Bisa jadi, ada anak-anak yang lebih suka kursus komputer, kursus tata rias, kursus menjahit, kursus tata boga, dan sejenisnya.
Bersekolah pada sekolah formal tidak menjamin akan dapat menjangkau cita-sita semua anak. Pemahaman bahwa sekolah nonformal juga dapat mempercepat dicapainya cita-cita sang anak harus selalu digelorakan.Â
Kalau beberapa tahun silam promosi bahwa SMK Bisa sangat berhasil, mengapa promosi sekolah nonformal menjanjikan masa depan cerah tidak ikut digelorakan oleh pemerintah.
Pada saat sekolah-sekolah negeri tidak mampu menampung para pendaftar yang "membludak" seharusnya solusi terbaik harus diciptakan. Bukan hanya menambah rombel (ruang kelas), pemikiran kreatif lain sangat dibutuhkan. Pada intinya, untuk mencapai cita-cita tidak harus melalui sekolah formal!Â