Keripik Kesukaan
Keripik adalah penganan goreng yang dibuat dari kentang, ubi kayu, dan sebagainya yang diiris tipis-tipis lalu digoreng (KBBI V). Dewasa ini segala umbi-umbian, buah-buahan tertentu, dan sayur-sayuran tertentu dapat dibuat keripik.
Keripik singkong, keripik pisang, dan keripik tempe sangat mudah kita temukan di pasar-pasar tradisional hingga pasar swalayan. Setiap keripik memiliki ciri khas yang membuat penikmatnya ketagihan.
Pada hari Senin pagi (23/1/2023) saya membeli rempeyek kacang tanah. Satu bungkus Rp 5.000 (lima ribu rupiah). Pagi itu saya membeli dua bungkus sebelum membeli sate ayam. Model rempeyek seperti pada gambar, bukan rempeyek bundar seperti yang banyak ditemukan di warung makan di Jawa.
Saya termasuk hobi makan keripik. Hal itu terbaca oleh adik bungsu kami, Tarti. Pada saat saya mudik ke Klaten, sudah ada dua bungkus keripik disiapkan untuk oleh-oleh. Padahal, saya tidak memesan atau minta dibelikan. Tujuan saya mudik adalah menjenguk ibu kandung dan menghadiri acara resepsi pernikahan keponakan (Tika dan Andi Santoso).
Sempat saya tawarkan Arifin untuk membawa pulang ke Jakarta. Namun, Arifin, anak kedua kami itu menolak karena hanya sedikit (dua macam dua bungkus). Istri tercinta juga saya tawari untuk membawa saat akan ke Muntilan, Magelang. Lagi-lagi tidak bersedia.
Dengan senang hati saya membawa dua bungkus keripik tersebut ke Penajam. Kata Tarti, adik bungsu saya itu, keripik tersebut adalah produk industri rumahan milik temannya. Belum ada merek. Plastik pembungkusnya tanpa label.
Belut digoreng dengan tepung sehingga agak tebal penampakannya.
Keripik pertama yang saya bawa itu adalah keripik belut. Binatang belut cukup langka seiring berkurangnya persawahan di tanah Jawa. Mungkin belut itu dipelihara, bukan belut liar yang biasa ditemukan pada sawah-sawah tanaman padi.Keripik kedua yang saya bawa untuk oleh-oleh ke Kalimantan adalah keripik paru (paru-paru sapi). Keripik jenis ini juga termasuk langka. Tidak banyak industri rumahan yang memproduksi. Apalagi di Kalimantan, saya belum pernah menemukan keripik paru di swalayan.
Tiba di Kalimantan (19-1-2023) anak ketiga kami, Adib, tidak suka keripik yang saya bawa. Adib lebih suka keripik pisang, keripik singkong, dan keripik lain yang "biasa".
Mau tidak mau saya harus memakan sendiri keripik-keripik lezat itu sebagai lauk makan pagi, siang, dan malam hari. Tidak repot-repot beli lauk untuk teman makan.