Sebagai pengawas sekolah, saya mengetahui bahwa seorang kepala sekolah mempunyai begitu banyak hal yang harus dipikirkan. Untuk itu, saya tidak ingin menambah beban pikiran mereka. Saya berusaha mengajak mereka selalu dapat bergembira di sela-sela menjalankan aktivitas.
Rasanya tidak tega membuat jawaban yang "menjengkelkan" seperti yang saya tuliskan di atas. Untuk itu, setelah tiba di lokasi sekolah yang kami tuju, segera saya melakukan swafoto bersama kepsek.Â
Foto bersama Bu Pedie Dawid itu segera saya bagikan di WAG Kepsek SMP/MTs. PPU. Tentu saja ada keterangan yang saya tuliskan bahwa saya dan Pak M. Hanafi diajak Pak Anas Baenana berkunjung ke SMP 10 PPU.
Kami pun mengobrol ringan tentang banyak hal. Monev yang kami lakukan bersifat umum. Kami bertiga lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Baru beberapa menit mengobrol, Bu Pedie mengajak kami menuju ruang guru untuk makan prasmanan.
Sebagian guru sedang menikmati hidangan di piring. Sebagian yang lain sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka sedang beristirahat setelah melakukan pengawasan peserta didik pada kegiatan asesmen dan ulangan umum semester ganjil (PAS) Â jam pertama.
Makanan yang kami ambil segera dibawa ke ruang kepala sekolah lagi. Obrolan pun kami lanjutkan sambil menikmati hidangan. Sayur model rumahan yang kami nikmati. Bu Pedie pun bercerita, program makan bersama itu dicetuskan untuk penghematan. Jika masing-masing guru membeli makanan di luar, tentu lebih mahal.
"Satu porsi bisa dua lima atau tiga puluh ribu."
"Kalau makan di sekolah seperti ini, setiap guru diminta iuran seikhlasnya. Nanti gantian yang masak sayur. Untuk memasak nasi, tidak repot, tinggal colok listrik. Ada beras."
Seorang kepala sekolah memang harus memikirkan guru dan staf tata usaha di sekolahnya. Bukan urusan kedinasan saja. Untuk urusan keperluan pribadi perlu pula dipikirkan untuk kebersamaan. Menciptakan sekolah yang nyaman memang tidak hanya dilihat dari sisi luar, misalnya ruang ber-AC, fasilitas ruang belajar tercukupi, dan sebagainya. Perlu pula diupayakan kenyamanan dalam urusan "kampung tengah".
Setelah beberapa saat berbincang di SMP 10 PPU, kami pun berpamitan. Kami kembali ke markas kami, yaitu di ruang pengawas disdikpora. Baru beberapa menit kami duduk-duduk di ruang yang tidak terlalu luas itu, datang seorang kepala sekolah wanita.
Kedatangannya langsung membuat heboh. Banyak cerita yang dilontarkan. Banyak pertanyaan yang kami ajukan. Ia pun duduk di dekat tempat saya duduk. Kesempatan pun tidak saya sia-siakan untuk memotret kepsek SMP 26 PPU tersebut.