Gorengan Pagi
Aktivitas pada hari Kamis tanggal dua puluh dua September 2022 saya lakukan di Ruang Pengawas 2 kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.Â
Sebagai pengawas sekolah, kami tidak harus selalu berkunjung ke sekolah-sekolah binaan. Ada waktu-waktu tertentu kami perlu menyelesaikan administrasi kepengawasan.
Sambil mengetik di laptop, saya makan camilan berupa gorengan. Ada beberapa macam gorengan yang saya beli, di antaranya pisang goreng, tempe goreng, ubi kuning/merah goreng, ceker ayam goreng, dan tahu isi goreng.Â
Tidak ketinggalan ada sambal kacang sebagai teman gorengan itu.Â
Kebiasaan makan gorengan sambil dicelupkan di dalam sambal kacang atau sambal lain baru saya dapatkan sejak tinggal di Kalimantan Timur. Sebelumnya, di Jawa, kalau kami makan gorengan tanpa ada sambal. Kalau ingin pedas, biasanya memakai lombok kecil atau lombok rawit.
Berbagai macam gorengan yang saya beli itu ada yang masih hangat dan ada yang sudah dingin. Penjual gorengan ada di kantin depan (seberang) Ruang Pengawas 2. Sewaktu-waktu kami butuh, bisa langsung menyeberang ke kantin itu.
Sejak beberapa hari terakhir pembeli gorengan bukan hanya pegawai di lingkungan Dinas Pendidikan. Ada beberapa pegawai dari kantor dan dinas lain juga membeli gorengan ke kantin itu. Umumnya pembeli dari luar membeli dalam jumlah banyak. Hal itu sering kami lihat.Â
Harga gorengan tiga biji lima ribu rupiah. Kalau hanya membeli sembilan biji (Rp 15.000) terlihat sedikit saja.
Saya perhatikan, pembeli dari luar rata-rata membawa dua tas kresek (tas plastik) hampir penuh. Bisa seratusan ribu lebih mereka beli. Kondisi itu tentu membuat kami yang dekat dengan kantin sering kehabisan saat mau membeli gorengan.
Menurut dokter, makan gorengan (terlalu banyak) itu tidak baik. Hal itu sudah diketahui banyak orang. Namun, penjual gorengan ada di mana-mana. Masyarakat juga suka makanan yang hangat dan enak di lidah.Â