Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bosan Belajar Bahasa Terus?

7 September 2022   16:53 Diperbarui: 7 September 2022   17:12 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Sungguh membosankan jika setiap hari harus belajar bahasa Indonesia. Mula-mula harus belajar monoftong. Padahal saya sudah tahu bahwa monoftong dalam bahasa Indonesia dilambangkan dengan gabungan huruf vokal eu yang dilafalkan []. Dalam penulisan (tulisan) dua huruf vokal dan melafalkannya hanya menjadi satu bunyi []. Hal ini tampak sederhana tetapi perlu dipelajari lebih lanjut. Apalagi, contoh yang diberikan dalam EYD V hanya satu kata untuk setiap posisi, yaitu eurih(posisi awal kata), seudati (posisi tengah kata), dan sadeu (posisi akhir kata). Saya tidak tahu apakah ada kata-kata lain dalam Bahasa Indonesia yang memiliki monoftong seperti itu.

Saya bosan belajar bahasa. Setelah tahu monoftong harus belajar tentang diftong. Padahal saya sudah tahu bahwa diftong diartikan sebagai bunyi vokal rangkap yang tergolong dalam satu suku kata (seperti ai dalam kata bantai, au dalam kata harimau).

Di samping ai dan au, dalam pedoman EYD V disebutkan bahwa diftong  yang lain adalah ei dan oi. Contoh dalam bentuk kata: survei, geiser, boikot, dan koboi. Jumlah kata dalam bahasa Indonesia yang mengandung diftong memang sangat terbatas alias sedikit. Namun, kita tetap harus mengenal karena sering kita jumpai kata-kata yang mengandung diftong.

Saya bosan belajar bahasa. Setelah belajar monoftong dan diftong, saya harus belajar tentang kluster, padahal saya sudah tahu bahwa kluster adalah Gabungan Huruf Konsonan. Dalam bahasa Indonesia hanya ada empat macam, yaitu kh, ng, ny, dan sy yang masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan. Contoh yang diberikan dalam pedoman itu juga cukup familier, antara lain khusus, bangun, nyata, musyawarah. Meskipun ditulis dengan dua huruf, kluster tersebut hanya melambangkan satu bunyi.

Saya bosan belajar bahasa. Setelah belajar monoftong, diftong, dan kluster, saya harus belajar penggunaan atau kaidah huruf kapital, huruf miring, dan masih banyak lagi. Pokoknya, sekarang saya bosan belajar bahasa.

*Refleksi diri.

Saran dan masukan dari Kompasianer sangat diharapkan untuk perbaikan artikel tentang kebahasaan selama sekitar sepuluh hari terakhir. Silakan menuliskan dalam kolom Komentar. Terima kasih.

Penajam Paser Utara, 7 September 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun