Mohon tunggu...
Supriardoyo Simanjuntak S.H.
Supriardoyo Simanjuntak S.H. Mohon Tunggu... Lainnya - Pembela Umum LBH Mawar Saron Jakarta

Hukum Untuk Manusia Bukan Manusia Untuk Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Optimalisasi Pidana Bersyarat Sebagai Upaya Meminimalisir Dampak Pemidanaan

2 April 2023   07:25 Diperbarui: 2 April 2023   07:39 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pidana pada hakekatnya suatu pengenaan penderitaan atau nastapa dengan sengaja kepada individu yang melakukan tindak pidana. Lebih lanjut, Sudarto juga menyatakan bahwa pidana adalah penderitaan yang dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan dan memenuhi syarat tertentu. Kendatipun demikian pemidanaan juga adalah suatu pendidikan moral terhadap pelaku yang telah melakukan tindak pidana dengan maksud agar tidak lagi mengulangi perbuatannya. Berbicara mengenai pemidanaan sejatinya kita akan terfokus dan terobsesi bahwa pidana itu identik dengan pidana penjara.  Padahal Moeljatno pernah menyampaikan meskipun telah berabad-abad orang menjatuhi pidana pada orang yang berbuat kejahatan, namun kejahatan masih tetap dilakukan orang. Ini menandakan bahwa pidana itu tidak mampu untuk mencegah adanya kejahatan terutama penjatuhan pidana penjara.

Perlu kita pahami bersama bahwa Pidana Penjara bukan selalu solusi atas setiap kejahatan. kiranya kita perlu menyoroti dan merenungkan bersama apakah yang ingin dicapai dengan pidana penjara? Ataukah memang pidana penjara sudah menjadi tradisi dalam pemidanaan di Indonesia?. Apabila kita melihat realita yang terjadi dalam penegakan hukum, Majelis Hakim cenderung menjatuhkan pidana penjara kepada Terpidana. Sejatinya Hukum Pidana Indonesia telah memberikan alternatif-alternatif pidana seperti Pidana Bersyarat yang pertama sekali di populerkan di Inggris. Sebagaimana Tujuan pidana bersyarat itu sendiri hanya untuk menjaga melindungi masyarakat, menjaga keselamatan masyarakat dan mencegah terjadinya kejahatan.

 

Pidana Bersyarat Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia

Dalam perkembangan Hukum pidana di Indonesia telah terjadi pergeseran yang semakin dihumanisasikan dan sedapat mungkin telah memberikan sumbangan dimana pidana tidak semata-mata memberikan penderitaan tetapi sering kali berisi nilai yang positif. Terlihat dimasukkannya pidana bersyarat dalam Pasal 14a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang selengkapnya berbunyi:


“apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun atau kurungan, tidak termasuk kurungan pengganti, maka dalam putusannya dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu perbuatan pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut diatas habis atau karena terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan dalam perintah itu,”

 

Memperhatikan rumusan pasal diatas, maka sekiranya penjatuhan pidana bersyarat akan memberikan dampak yang lebih bersifat humanis. Hal ini terliat dari pendapat Muladi, Pidana Bersyarat mengandung keuntungan-keuntungan dalam penerapannya yaitu: pertama, memberikan kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya didalam masyarakat; Kedua, memungkinkan terpidana untuk melanjutkan kebiasaan sehari-hari sebagai manusia, sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat; Ketiga, mencegah terjadinya Stigma; Keempat, memberikan kesempatan kepada terpidana untuk berpartisipasi dalam pekerjaan-pekerjaan yang secara ekonomis menguntungkan masyarakat dan keluargannya; Kelima, biaya lebih murah dibandingkan dengan pidana perampasan kemerdekaan; dan Keenam, dengan pembinaan di luar lembaga, maka para petugas Pembina dapat menggunakan fasilitas yang ada di masyarakat untuk mengadakan rehabilitasi terpidana. Lebih lanjut dalam R.Soesilo menjelaskan “maksud dari penjatuhan pidana bersyarat adalah untuk memberikan kesempatan kepada terhukum supaya dalam tempo percobaan itu memperbaiki diri dengan tidak berbuat peristiwa pidana”.  


Optimalisasi Pidana Bersyarat Sebagai Upaya Meminimalisir Dampak Pemidanaan

Sebagaimana telah penulis singgung diatas Tujuan Pemidanaan pada hakikatnya memperbaiki pelaku kejahatan ke arah yang lebih baik, agar kembali ke masyarakat ia dapat diterima oleh komunitasnya dan tidak mengulangi perbuatannya. Thomas Aquinas menyatakan pidana itu merupakan obat (poenae ut medicine) maka kita harus menyadari Pemidanaan itu diorientasikan untuk mengobati Terdakwa. Hal inipun sesuai dengan filosofi pemidanaan yang bertujuan memperkuat kembali nilai nilai moral, kesadaran kolektif dan menghidupkan kembali perasaan solidaritas yang goyah. Maka dari itu perlu rasanya mengoptimalkan penjatuhan pidana bersyarat bagi narapidana.

Optimalisasi pidana bersyarat seperti yang penulis kemukakan diatas sangatlah penting mengingat lembaga pemasyarakatan saat ini telah mengalami overcrowding (jumlah narapidana tidak sebanding dengan jumlah rumah tahanan yang tersedia). Maka Harus dibutuhkan solusi untuk mengatisipasi permasalahan tersebut dengan mengefektifkan pidana bersyarat guna mengurangi overkapasitas dan dampak sosial pemidanaan.

Herman G Moeller pernah menyampaikan pidana penjara seringkali mengakibatkan dehumanisasi pelaku tindak pidana dan pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi narapidana yang terlalu lama di dalam lembaga, berupa ketidak-mampuan narapidana tersebut untuk melanjutkan kehidupannya secara produktif dimasyarakat. Kerugian yang lain yang sangat dirasakan dari penerapan pidana penjara adalah timbulnya stigmatisasi apakah pandangan masyarakat terhadap dia terganggu atau rusak (Hoelnagels). Bahkan yang lebih parah lagi stigmatisasi tersebut akan membuat narapidana kehilangan pekerjaannya dan tersingkir dari lingkungan orang-orang benar.

Problematika yang ditimbulkan dengan selalu menjatuhkan pidana penjara dan ditahan di lapas sangat berdampak terhadap nasip terpidana dimasa yang akan datang. Penulis berpendapat, Penegak hukum sudah seharusnya mempunyai prinsip-prinsip penjatuhan pidana yang lebih responsif dan jangan selalu mengutamakan pidana penjara.  Mengingat hukum pidana adalah Ultimum Remedium (obat terakhir) untuk menyadarkan dan mengembalikan si terpidana sesuai dengan norma-norma yang berlaku.  Dirasa perlu menyapaikan Jangan menggunakan pidana penjara hanya semata-mata untuk membalaskan atau menderitakan si terpidana, tapi gunakanlah sanksi pidana bersyarat guna meminimalisir dampak pidana penjara yang sangat sadis itu bagi narapidana.


Sumber:

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 40),

Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat


Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun