19 sept 2014
Baru saja musim kemarau datang, beberapa daerah sudah tampak kekeringan. Kemarin pagi, Kamis, tanggal 18 September 2014, saya diundang ke Pondok Pesantren Gontor Ponorogo. Sejak melewati Trenggalek hingga sampai ke Ponorogo, melihat di kanan kiri jalan sudah tampak mengering. Lahan pertanian yang pada waktu musim hujan kelihatan subur berubah menjadi sebaliknya, kelihatan tandus lagi.
Bukit dan pegunungan yang tampak di kanan kiri jalan sudah menyerupai gunung-gunung di padang pasir, tampak berwarna kecoklatan. Pepohonan yang tumbuh hingga menjadikan perbukitan kelihatan subur, sudah tidak tampak lagi. Tempat-tempat yang biasanya terdapat air sudah mengering. Musim kemarau yang datang belum terlalu lama itu sudah menghadirkan kesan bahwa, tanah daerah itu tidak subur dan tentu sulit bagi penduduknya bertani untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Menyaksikan keadaan itu, pikiran saya hanya tertuju pada pertanyaan sederhana, yaitu bagaimana secara konseptual menolong para penduduk di wilayah itu untuk bisa menjadi makmur dalam keadaan apapun. Mengembangkan pertanian secara tradisional dengan mengolah lahan yang ada, jelas tidak akan mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Dari jauh kelihatan, terdapat pepohonan kelapa dan jenis buah-buahan lain yang tumbuh secara alami. Di bawah pohon tahunan itu ditanam ketela pohon, dan jenis tanaman lain yang rupanya secara ekonomi tidak mencukupi kebutuhan hidup..
Keadaan yang tidak menguntungkan masyarakat wilayah tersebut sudah berlangsung lama. Musim kemarau yang selalu datang pada setiap tahun dan mengakibatkan kesulitan hidup seperti digambarkan itu sudah dialami secara turun temurun. Masyarakatnya juga sudah beradaptasi dengan keadaan itu. Tentu, keinginan keluar dari keadaan yang sulit seperti itu selalu ada. Namun, hingga saat ini, langkah-langkah kongkrit untuk mengatasi problem dimaksud belum datang.
Pada setiap melewati wilayah itu, pikiran saya hanya tertuju pada kesimpulan, ialah bahwa daerah-daerah semacam itu yang diperlukan adalah pengairan. Umpama saja problem itu terjawab, maka sekalipun datang musim kemarau, masyarakat akan terbantu. Persoalannya adalah bagaimana bisa menyimpan air hujan yang kemudian bisa dimanfaatkan pada musim kemarau. Tentu jawabnya adalah segera membangun bendungan yang dapat menampung air hujan. Di wilayah itu pada musim hujan, air melimpah, tetapi beberapa minggu saja datang kemarau, akan segera mengering.
Di Indonesia, wilayah yang seperti digambarkan itu cukup banyak. Daerah-daerah pegunuangan di wilayah Jawa bagian selatan, keadaannya hampir sama dengan daerah antara Trenggalek ke Ponorogo itu. Oleh karena itu, persoalan kekeringan yang kemudian mengakibatkan kemiskinan, sebenarnya dialami oleh banyak orang yang hidup di berbagai tempat. Maka, umpama saja dipikirkan secara konseptual dan hasilnya digunakan untuk menanggulagi wilayah-wilayah seperti itu, maka sebenarnya banyak sekali masyarakat yang bisa ditolong.
Bendungan penampungan air hujan adalah jawaban sementara dari persoalan wilayah pegunungan seperti itu. Umpama pembangunan bendungan itu segera diprioritaskan, maka air hujan tidak selalu menjadi petaka. Pada setiap datang akan mengakibatkan banjir dan longsor, sebaliknya tatkala tidak ada hujan menjadikan penduduk tidak bisa bertani, dan bahkan kesulitan mencari air bersih.
Pada zaman pemerintahan Pak Harto dulu, beliau membangun jalan-jalan hingga ke desa-desa, termasuk program listrik masuk desa. Sekarang ini, kebijakan itu telah menjawab persoalan kehidupan di pedesaan. Dengan pembangunan jalan dan listrik masuk desa, dan kemudian juga dilanjutkan dengan pemberian bimbingan pertanian, peternakan, dan perikanan, dan lain-lain, -----entah disyukuri atau tidak, rakyat menjadi semakin maju. Rakyat bisa menikmati jalan beraspal, aliran listrik, benih padi unggul, dan lain-lain.
Umpama pemerintah ke depan ini, Pak Joko Widodo dan Pak Yusuf Kalla, meneruskan kebijakan yang benar-benar dibutuhkan oleh rakyat, di antaranya adalah membangun bendungan di daerah-daerah pegunungan, seperti yang digambarkan di muka, maka beban atau persoalan rakyat tingkat bawah, akan terjawab. Sudah barang tentu, kebijakan itu harus mendapat dukungan dari berbagai pihak, mulai kampus-kampus perguruan tinggi yang mengembangkan ilmu yang relevan dengan program ini, para pemilik modal, pemerintah daerah, dan lain-lain. Selain itu, juga diperlukan jiwa nasionalisme yang tinggi hingga membuahkan semangat kebersamaan untuk mensejahterakan bangsanya sendiri.
Manakala persoalan air dimaksud benar-benar diagendakan untuk dijawab secara bersama-sama, sekalipun kemarau datang, maka tidak akan terlalu berpengaruh terhadap kehidupan rakyat setempat. Dalam suatu kesempatan berkunjung ke Maroko, saya memperoleh informasi bahwa di negara itu, sekalipun jarang turun hujan, tidak pernah kekurangan air, termasuk untuk pertanian. Air itu diperoleh dari penampungan air hujan di waduk-waduk yang dibuatnya. Sekedar membangun waduk, kiranya kita pun juga bisa, asalkan mau dan memprioritaskannya. Wallahu a’lam.