Ibu Rieke Diah Pitaloka yang juga sering dipanggil Oneng, rupa-rupanya ingin memanfaatkan Acara Peringatan May day di Jawa Timur untuk pendukungan terhadap Bapak Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia.
Saya membaca berita ini merasa tergugah ingin menulis sedikit, tanpa ingin mengatakan bahwa hal semacam ini boleh atau tidak boleh, tapi sekedar cerita saja.
Saya masih ingat penghujung tahun 2012 ada salah seorang Bupati Di Jawa Barat, mengambil alih persoalan penetapan UMK yang telah mengalami kebuntuan di Dewan pengupahan, secara berani dan tegas Bapak Bupati mengetuk palu dengan angkah yang sesuai keinginan Buruh. Buruh dengan bersorak Gembira, mereka mengadakan konvoi motor di jalan jalan dengan yel-yel hidup Buruh.
Keessokan harinya terpampang sebuah Spanduk yang besar di perempatan jalan utama dengan gambar Sang Bupati dengan kata-kata yang menyanjung Buruh, yang seakan-akan Bupati telah berjasa dan saya seorang Bupati adalah seorang Pemimpin yang memperhatikan kaum Buruh, itulah pesan yang hendak di sampaikan dalam spanduk itu.
Singkat cerita Sang Bupati habis-habisan terlihat sekali ingin menarik hati Buruh karena di Kabupaten itu dalam hitungan hari akan mengadakan Pilkada dan kebetulan Sang Bupati ikut mencalonkan diri untuk Periode kedua.
Pilkada selesai diadakan dan Alhamdulillah Sang Bupati terpilih kembali menduduki orang nomor satu di kabupaten tersebut .
Waktu terus berjalan sampailah pada awal tahun 2013 semua Perusahaan di kabupaten tersebut mengajukan Permohonan Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum kepada Gubernur dengan alasan tidak mampu membayar UMK yang telah ditetapkan dan berlaku terhitung tanggal 1 January tsb, dan Alhamdulillah pula mayoritas perusahaan yang mengajukan permohonan Penangguhan UMK dikabulkan Bapak Gubernur.
Tentu saja angkah yang dibayarkan kepada Buruh adalah angkah yang dimohonkan dalam penangguhan oleh Perusahaan yang angkahnya jauh di bawah keinginan Buruh, yang kini telah mendapat kekuatan hukum atas sebuah SK persetujuan penangguhan yang dikeluarkan oleh Guberbnur.
Dengan dikabulkannya Penangguhan UMK oleh Bapak Gubernur, Buruh kembali menangis dan bergolak , kekecewaan begitu mendalam dirasakan Buruh, dan pada ujungnya bertemu di Pengadilan Tata Usaha Negara atas gugatan Buruh terhadap Keputusan Gubernur tersebut, yang pada akhirnya di tingkat PTUN dimenangkan oleh Buruh namun Perusahaan mengadakan Banding ke PT TUN, selanjutnya tahunpun berganti sehingga  hilanglah ceritanya kasus ini seiring dengan hilang pula harapan Buruh untuk sebuah Upah yang layak kala itu.
Teringat pula saya penghujung tahun lalu yaitu tahun 2013, ceritanya hampir sama dengan cerita di atas, tapi Pimpinan Daerah kali ini melakukan keberanian yang berbeda dengan Sang Bupati di atas.  Didalam kebuntuhan perundingan Dewan Pengupahan dalam memutuskan besarnya UMK di DKI, Bapak Gubernur DKI Joko Widodo mangambil alih dengan menetapkan Angkah 2.4 juta perbulan dengan mengetuk palu kekuasaannya tanpa kehadiran Buruh, karena Buruh sebelumnya telah meninggalkan ruangan sidang sebagai protes yang mana angkah yang ditetapkan Bapak Gubernur tersebut jauh dari angkah yang diingini Buruh .
Atas kekecewaan Buruh dengan  ketegasan Bapak Gubernur, Alhamdulillah akhirnya Buruh berkenan memberikan Gelar kepada Bapak Gubernur dengan gelar " BAPAK UPAH MURAH ", yang mana gelar ini belum pernah ada sebelumnya terhadap Gubernur-gubernur terdahulu.