Mohon tunggu...
Suprapta -
Suprapta - Mohon Tunggu... -

berminat di bidang komunikasi dan media

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Gempuran Pornografi Online Melanda Anak-anak

2 November 2015   06:05 Diperbarui: 2 November 2015   07:32 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Bertambah pesatnya perkembangan bidang teknologi informasi yang telah ditandai percepatan teknologi smartphone semakin memanjakan para pengguna untuk kenyamanan berkomunikasi, saling bertukar informasi, mencari segala bentuk konten sesuai dengan selera atau apa saja yang menjadi keperluan atau kepentingannya.

Ditambah lagi belakangan ini telepon seluler/ponsel cerdas yang semakin dilengkapi fitur-fitur online baru dengan pilihan menu komplit semakin menjadikan para pengguna semakin enjoy dalam memperlakukan alat komuikasi canggih yang mereka miliki.

Kehadiran konten yang mencakup beragam informasi, mulai yang serius hingga yang bersifat hiburan dapat diakses secara online setiap saat, kapanpun dan dimanapun, selama jaringan yang tersedia mampu menjangkaunya. Dilihat dari jumlah maupun jenis konten yang tak terhingga, tidak keliru bilamana berselancar via fitur internet yang notabene semakin praktis dan nyaman tersebut ibaratnya masuk kedalam ‘lingkungan pasar umum’ dimana tersedia ‘barang berkualitas’ hingga barang yang ‘kurang/tidak berkualitas’ semuanya bisa secara mudah untuk diakses.

Dari sepintas kilas paparan diatas, kemudian dapat dipahami bahwa karateristik media online/internet bisa di-ibaratkan pisau, senjata, atau obat. Tinggal bagaimana manusia menggunakan, dan paling layak disorot adalah untuk apa tujuannya. Tinggal pilih mana, apakah untuk tujuan memperoleh manfaat, atau sebaliknya hanya mengundang mudharat.

Jika dilihat dari sejarahnya, awal mula internet digunakan untuk kepentingan jaringan computer di lembaga pertahanan Amerika, disusul untuk institusi pendidikan tinggi/universitas. Namun dalam perkembangannya , sejak tahun 1990 ketika Tim Berners Lee menemukan program editor dan browser yang bisa menjelajah antara satu komputer dengan komputer yang lainnya membentuk jaringan kemudian muncul program disebut www atau World Wide Web.

Jaringan yang kian bertambah dan saling tersambung terus merebak sehingga ada istilah surfing the internet , diawali virtual-shopping atau e-ritail muncul di internet dan dunia mulai berubah. Kini situs-situs semakin membludag tidak terbendung jumlahnya bak jamur dimusim hujan.

Tidak terkecuali konten-konten yang cenderung bersifat penipuan, kejahatan, bullying, pornografi, dan sebaran konten tak bertanggung jawab, semuanya sangat mudah diakses. Hadirnya gadget/smartphone dilengkapi dengan akselerasi teknologi telah memacu persaingan antar vendor menawarkan produknya. Di Indonesia, sebagai salah satu negara pengakses internet tergolong tinggi – maka produk smartphone yang terus terbarukan – cukup laris manis, bahkan tak pandang usia – tua muda – di hampir semua tempat memilikinya.

Celakanya, anak-anak yang berusia di bawah usia 13 tahun pun ber-gadgetria, mereka rame-rame membuat akun media sosial seperti facebook atau sejenisnya, bisa pula mengakses informasi lain yang tersebar luas di situs dunia online. Padahal menurut aturan yang direkomendasikan Children’s Online Privacy Protection Act (COPPA) tidak dibolehkan , ini berlaku secara internasional untuk situs web komersial dan layanan online yang diarahkan untuk anak di bawah 13 tahun.

Di Indonesia kondisinya memprihatinkan, anehnya lagi para orang tua/yang dituakan seolah/sepertinya malahan bangga jika putra-putrinya bisa mengopreasikan gadget berteknologi tinggi. Demi status sosial atau apalah, yang paling tampak kasat mata adalah kepemilikan gadget/smartphone ini lebih pada tujuan bergengsi ketimbang berfungsi.

Yang paling dikhawatirkan dan memprihatinkan dari gejala tersebut, merebaknya konten-konten yang sangat mudah diakses anak-anak yang belum cukup umur, belum bisa memilah dan memilih mana yang penting dan tidak penting sehingga luberan konten ‘berbahaya’ akan menerpanya. Termasuk gempuran pornografi online kini cenderung melanda anak-anak pengakses internet.

Kekhawatiran dan keprihatinan ini cukup beralasan. Asisten Deputi Kelembagaan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional Haliq Siddiq (11/4/2015) mengatakan, Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak yang mengakses situs porno. Data ini merupakan hasil survei yang dilakukan oleh Google sebagai situs penyedia data dan pencari ini, ternyata Indonesia berada diperingkat ketiga yang paling banyak mengakses situs porno dan diperingkat pertama adalah India.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun