Jika melihat survey sementara, dimana mana sebenarnya banyak yang mengatakan " tidak tahu " prosentasi antara yang memilih dan yang mengatakan "tidak tahu" kemungkinan lebih banyak yang "tidak tahu" artinya banyak yang menganggap bahwa kedua calon presiden masih diragukan orang banyak dan tak ada yang bisa diunggulkan untuk memimpin bangsa ini.
Inilah perlu disoroti kok bisa terjadi pengerucutan sampai pada 2 kandidat yang mana duanya banyak memiliki kelemahan di mata rakyat, menjadi hal yang dirasa sedikit aneh, kok ya segitu banyak orang pinter di indonesia segitu banyak yang semula direncanakan mencapres akhirnya mengerucut menjadi 2 saja yang mana duanya tetap masih diragukan. Permasalahan seperti ini seharusnya patut disimak dan ditinjau kembali, seakan begitu sulitnya mencari figur yang benar benar pantas memimpin bangsa ini.
Permasalahan nya jika memang keduanya memiliki banyak kelemahan dan kekurangan yang nampak belum memadai untuk menjadi pemimpin bangsa ini, akibatnya dalam pemilu ini akan terjadi proses pemilihan yang dipaksakan atau "terpaksa memilih". Bagaimana tidak? Golput tidak boleh? Memilih gak ada yang ideal? ya yang ada hanya "terpaksa memilih" diantara kedua calon walaupun menurut si pemilih "diragukan". Seandainya jujur atau bagi yang tidak cocok pada kedua pilihan diperbolehkan golput atau tidak memilih, bisa jadi pemilu akan gagal.
Ini salah satu akibat dari banyaknya "figur figur lama" yang ada di jajaran atas yang mana mungkin di mata rakyat sudah bikin bosan dan muak dengan segala kiprahnya. Krisis kepercayaan ini terhadap figur-figur lama atau petinggi petinggi lama itu seharusnya menjadi "Bahan Refleksi" bagi mereka yang merasa dirinya menjadi petinggi di segala jajaran , baik di Pemerintahan, Partai ataupun Jajaran lain semacamnya. Artinya butuh suatu kesadaran dan cerminan diri bagi tokoh tokoh tersebut untuk memperbaiki segala bentuk perilakunya agar bisa dipercaya oleh rakyat, bagaimanapun caranya, entah melalui berbagai bentuk pengakuan jika memang memiliki "cacad" dalam kinerjanya atau track recordnya, dibutuhkan sikap ksatria, yang pernah bersalah mengakulah bersalah, bukan saling menuding tetapi saling masing masing menunjukan " Ini loh kesalahanku.... " Nah ini barulah akan "ideal" bagi rakyat, nampak ada kejujuran, ketulusan dan benar benar memanifestasikan demokrasi secara tepat.
Saling menuding kesalahan atau kelemahan, tidak akan memperbaiki bangsa ini, tetapi "pengakuan diri" sebagai sikap kesatria dari seorang pemimpin sangat jauh berkualitas di mata rakyat. Maka timbul pertanyaan seperti ini: Apakah mental dan sikap para pemimpin kita sudah membudaya seperti itu adanya? Ataukah ini hasil didikan dari era era sebelumnya?.
Lingkup itulah yang harus diperbaiki, artinya manusia secara biologis, segala perkembangan mental dan emosional akan sangat ditentukan dari lingkungan dan komunitas dimana dia hidup. Jika manusia itu hidup dalam komunitas yang "seperti itu" maka mental dan sikapnya juga tidak jauh jauh akan menjadi "seperti itu" juga, karena lingkungan sekitarnya mengajarkan nya demikian secara alamiah. Mengatasi permasalahan ini hanya akan bisa teratasi dengan "Kesadaran mau mengubah diri sendiri" di antara para pemimpin, pejabat atau penguasa. memang sangat idealis dan sangat sulit untuk dipraktekkan. tetapi selamanya akan turun temurun Indonesia tetap saja seperti ini kemajuanpun tidak seberapa berarti di mata dunia, betapapun banyak berteori, ber visi misi dan bertekad mau ini itu lah tetap akan tidak jauh beda hasilnya dengan era era sebelumnya, karena pondasinya pun tidak jauh berbeda bukan?
Membangun negara dan bangsa ini ibarat membangun rumah, jika membangun dengan pondasi yang serupa, maka kekuatan nyapun akan serupa pula, tetapi jika mau mengganti pondasi dan merombak sampai ke akar akarnya mengganti dengan model terbaru, pakai yang asli dan tidak dimanipulasi, maka niscaya akan terbangun suatu kekuatan yang luar biasa pada bangunan tersebut.
Permasalahnya bukan hanya pada figur kedua capres saja, tetapi pada figur figur yang ada disekitar dan dibelakang capres, ini besar pengaruhnya bagi kepercayaan rakyat terhadap siapa yang layak memimpin bangsa ini.
Maka jika Revolusi mental saja tidak cukup, melainkan revolusi total disegala aspek, dan satu hal terpenting yaitu revolusi hati nurani, yaitu gunakan Hati Nurani dalam kehidupan, jangan saling menuding kesalahan, berilah contoh kepada Rakyat akan perikehidupan yang baik, sikap kesatria, sikap jujur, toleransi dan berkesadaran hukum yang tinggi. Akan hal ini saya ingat akan suatu ilustrasi : Jika di negara lain suatu tempat tahanan dalam keadaan pintu terbuka saja , tahanan tahanan didalamnya tidak ada yang kabur, tetapi jika terjadi di Indonesia tempat tahanan sedikit saja ada jalan keluar walau pintu tertutup, maka tahanan didalamnya akan kabur habis. Ini salah satu akibat dari "Yang Salah tidak Mau Mengaku Salah " tapi malah menutupinya dengan berbagai pelintiran.
Itulah kekurangsaadaran yang ada yang sudah mengakar di negeri ini dan sudah selayaknya dirombak jika menghendaki kemajuan kedepan nya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI