TARGET SEBENARNYA MEMANG BUKAN MEMBUAT LIGA TERPISAH, Tapi Menguasai Liga Yang Sah Kebijakan PSSI yang memberi batas akhir 26 Oktober 2011 kepada klub untuk menentukan sikap, apakah bergabung dengan kompetisi IPL (Indonesian Premier League) atau akan memisahkan diri dan membuat breakaway league, menurut CEO Persiraja Ari Wibowo adalah sebuah kebijakan yang cerdas. Ini berarti hanya 1 hari menjelang digelarnya RUPS (rapat umum pemegang saham), 24 klub yang berhak mengikuti kompetisi diminta menentukan sikap. Ari yang sejak awal berpendapat bahwa breakaway league hanyalah gertak sambal belaka, sangat yakin bahwa klub-klub yang sempat bermanuver dengan ancaman mau membuat breakaway league akan mengambil sikap dengan mengisi form bersedia ikut kompetisi. Kenapa hal itu akan mereka lakukan? Karena tujuan akhir mereka sebenarnya adalah mengambil alih pengelolaan kompetisi. Mereka tak akan mau kehilangan kesempatan mendapat hak kepemilikan saham kolektif 99% di PT yang mengelola liga. Kelompok tersebut sangat yakin bahwa jumlah suara mereka adalah mayoritas. Dan dengan suara mayoritas, mereka punya kekuatan untuk menentukan siapa yang berhak duduk di kepengurusan. Ari sudah bisa membaca rencana kelompok tersebut, yaitu menguasai saham mayoritas PT yang mengelola liga melalui RUPS dengan dalih menjalankan statuta hasil kongres PSSI di Bali bulan Desember 2010, yang mengamanatkan penyerahan 99% saham kolektif kepada klub-klub peserta kompetisi. Pada saat RUPS tersebut, dengan merasa sebagai pemegang suara mayoritas, mereka akan menunjuk CEO yang diusulkan oleh mereka, yaitu Joko Driyono atau bisa juga Harbiansyah. Jadi inilah sebenarnya tujuan akhir dari semua manuver yang dilakukan oleh kelompok ini, yaitu menjadi pengelola liga. Dengan menduduki kursi pengelola liga, mereka bisa leluasa menjalankan semua agenda jangka pendek dan jangka panjang yang mereka susun. Klub-klub yang oleh wartawan senior Budiarto Shambazzy disebut 'brengsek' karena menolak ikut kompetisi resmi itu sepertinya lupa bahwa meski PSSI hanya memiliki saham 1%, tapi itu statusnya golden share. Punya hak veto dan hak menentukan kepengurusan di PT yang mengelola liga. Saham kolektif 99% sifatnya juga ex officio, bisa berubah setiap saat karena ada promosi degradasi. Saham ex officio hanya memiliki hak jika ada pembagian deviden, akan tetapi tidak memikul kewajiban apapun. Jadi bukan berarti setelah tercatat nama klubnya di RUPS lalu suara mayoritas memiliki kewenangan menentukan siapa yang duduk di kepengurusan PT. Tanpa persetujuan dari pemilik saham golden share, maka keputusan apapun tak bisa diambil. (AW-21) Catatan; Ari sengaja tidak menyebutkan apakah yang dimaksud sebagai pengelola liga adalah PT Liga Indonesia atau PT Liga Prima Indonesia Sportindo. Sumber: Catatan Ari Wibowo facebook
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H