Bismillah,
Semua kita pasti bangga dengan orangtua terutama pada ayah dan bunda. Tak terkecuali penulis. Dia bangga syukur pada ayahnya. Pemuda desa yang merantau ke berbagai daerah di Sumatera Selatan dan Lampung. Terakhir dia merantau di kota Bengkulu. Abdur Rahim bin Hamzah sejak menikah di Lubuk Langkap Air Nipis Bengkulu Selatan mengerjakan apa saja untuk menyambung hidup keluarganya. Dia menyadap aren di "pugan" Aren milik mertuanya Merinsan Dualin di desa Lubuk Langkap Bengkulu Selatan.
Tanpa pantangan
Ayah tak ada pantangan dalam kerja. Bersawah, berkebun kopi, buat jala, cari ikan, gesek kayu, menyadap aren. Yang penting halal. Begitulah ayah penulis. Ia seorang yatim piatu. Setelah menikah ia menekuni menyadap aren. Ibu memasak air nira itu menjadi gula. Gula dijual ke pekan Palak Bengkerung. Yang berjarak 3 km sebelah selatan. Jika banyak barang yang dijual maka ibu membawa ke pekan Seginim atau pekan ilir. Jarang pekan ilir ini 10 km dari Palak Bengekerung.
Ayahku Pegawai Tinggi
Jika sekarang anak-anaknya tidak ada yang bertani tentu tidak memgherankan. Rupanya menurun dari ayah penulis. Ayah adalah pegawai tinggi. Ayah memanjat pohon aren yang tinggi. Pagi hari ayah memanjat aren dengan ketinggian 8 m di atas pohon dan ketinggian bertanbah karena pohon aren itu ada di pematang. Terima kasih ayah dan ibu. Kalian sangat berjasa dalam hidup.kami. Apalagi ayah mau diajak pindah ke kota agar anak-anak ayah juga bisa mengenyam pendidikan di kota. Kini kami yakin ayah dan ibu sudah senang di rumah mereka. Aamiin yra.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H