Mohon tunggu...
supli rahim
supli rahim Mohon Tunggu... Dosen - Orang biasa

Orang biasa yang ingin mengajak masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ayahku Pegawai Tinggi di Desa Lubuk Langkap Bengkulu Selatan

20 November 2024   17:28 Diperbarui: 20 November 2024   17:37 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyadap aren (antarafoto.com)

Bismillah,

Semua kita pasti bangga dengan orangtua terutama pada ayah dan bunda. Tak terkecuali penulis. Dia bangga syukur pada ayahnya. Pemuda desa yang merantau ke berbagai daerah di Sumatera Selatan dan Lampung. Terakhir dia merantau di kota Bengkulu. Abdur Rahim bin Hamzah sejak menikah di Lubuk Langkap Air Nipis Bengkulu Selatan mengerjakan apa saja untuk menyambung hidup keluarganya. Dia menyadap aren di "pugan" Aren milik mertuanya Merinsan Dualin di desa Lubuk Langkap Bengkulu Selatan.

Tanpa pantangan

Ayah tak ada pantangan dalam kerja. Bersawah, berkebun kopi, buat jala, cari ikan, gesek kayu, menyadap aren. Yang penting halal. Begitulah ayah penulis. Ia seorang yatim piatu. Setelah menikah ia menekuni menyadap aren. Ibu memasak air nira itu menjadi gula. Gula dijual ke pekan Palak Bengkerung. Yang berjarak 3 km sebelah selatan. Jika banyak barang yang dijual maka ibu membawa ke pekan Seginim atau pekan ilir. Jarang pekan ilir ini 10 km dari Palak Bengekerung.

Ayahku Pegawai Tinggi

Jika sekarang anak-anaknya tidak ada yang bertani tentu tidak memgherankan. Rupanya menurun dari ayah penulis. Ayah adalah pegawai tinggi. Ayah memanjat pohon aren yang tinggi. Pagi hari ayah memanjat aren dengan ketinggian 8 m di atas pohon dan ketinggian bertanbah karena pohon aren itu ada di pematang. Terima kasih ayah dan ibu. Kalian sangat berjasa dalam hidup.kami. Apalagi ayah mau diajak pindah ke kota agar anak-anak ayah juga bisa mengenyam pendidikan di kota. Kini kami yakin ayah dan ibu sudah senang di rumah mereka. Aamiin yra.
.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun