Bismillah, Alhamdulillah, Allahummashaliala Muhammad
Dunia pendidikan kita harus ikhlas menerima perlakuan dari pemimpin negeri, dari yang enak maupun kurang enak. Terserah penguasa mau diapakan. Mereka punya otoritas mau diapakan. Lima tahun yang lalu pendidikan tinggi atau disingkat Dikti ditempelkan ke Kementerian Ristek jadilah ia berjudul Kemenristekdikti. Sebelumnya, Dikti di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kali ini kementerian tetap bernama Kementerian Pendidikan Kebudayaan yang sebelumnya tanpa Dikti, kini diselipkan kembali Dikti. Jadi tulisan ini menyoroti kembalinya Dikti ke Ibu kandungnya Kemendikbud. Yang berarti bahwa Dikti dari tersembunyi kepada tersembunyi.
Pidato Pertama Menteri Nadiem
Diangkatnya Nadiem, bos gojek, sebagai menteri Kemendikbud yang baru oleh presiden Jokowi memang membuat tercengang banyak pihak. Itu memang Hak Proregatif Presiden, kata sebagian. Yang lain berkomentar, mau dibawa ke mana pendidikan negeri kita.Â
Pada pidato kali pertama pak menteri pidato seperti ini.Â
"Besok, di mana pun anda berada, lakukan perubahan kecil di kelas anda.
- Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar.
- Berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas
- Cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas.
- Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri.
- Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan".
Pidato ini sepertinya bagus untuk murid, semoga bagus juga untuk guru dan untuk dunia pendidikan kita.
Hanya kritikus juga mempertanyakan bahwa yang jadi prioritas pak Nadiem adalah pendidikan rendah dan menengah, yakni dari PAUD (pendidikan anak usia dini) hingga ke SMA/SMA. Bagaimana dengan pendidikan tinggi.?
Bisa jadi yang dimaksudkan oleh pak menteri dengan guru itu adalah juga para dosen di perguruan tinggi. Tapi para dosen tidak perlu baper dengan isi pidato. Toh kalian sudah dewasa. Hanya secara struktur pendidikan tinggi yang sebelumnya berada di Kemenristekdikti kita kembali tersembunyi di bawah ibu kandungnya yang lama yakni Kemendikbud. Jadi tidak salah juga pak Nadiem.