Bismillah,
Dimasukkan oleh ayah di sekolah dasar islam yakni Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM), penulis memang sangat senang. Kala itu umur penulis adalah 6 tahun. Bermodalkan banyak cerita oleh kakek, ayah dan paman, penulis merasa percaya diri menjalani pendidikan di madrasah. Hari-hari kami dihidangi dengan tulisan Arab melalui pelajaran agama islam yang meliputi alquran, alhadist, tajwid, bahasa Arab, tauhid, fiqih islam dsb. Penulis menjadi sangat termotivasi untuk menjalani pendidikan di Pendidikan Guru Agama jika kelak telah menamatkan MIM.
Di madrasah, cerita para nabi adalah makanan hari-hari yang dinarasikan oleh para guru. Tibalah suatu hari guru kami menceritakan kisah nabi Ibrahim, istri dan anak-anaknya. Nabi Ibrahim diceritakan adalah sosok yang awalnya mengalami proses panjang untuk mencari tuhan sebelum dia menjadi bapak tauhid, mengesakan Allah.
Nabi Ibrahim pernah menganggap bulan sebagai tuhan karena memberi cahaya atau penerangan pada malam gelap gulita. Tetapi ketika bulan tenggelam Ibrahim kecil menganulir sebagai tuhan karena ia tenggelam. Besok paginya Ibrahim menganggap matahari sebagai tuha karena lebih besar dan bahkan sangat besar. Namun Ibrahim juga menganulir matahari sebagai tuhan karena sore hari ia tenggelam.
Akhirnya Ibrahim memperoleh petunjuk Allah ketika dia berujar "Sesungguhnya saya hadapkan wajahku kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam keadaan tunduk dan aku bukanlah dari golongan orang-orang musyrik.Â
Nabi Muhammad saw ternyata melanjutkanÂ
anan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H