Bismillah,
Sejak kecil penulis dikenalkan dengan makanan khas Bengkulu yang ternyata makanan khas di Sumatera Barat juga. Namun makanan ini ternyata juga ada di Riau, Jambi, Malaysia dan bumi Melayu lain.
Berikut uraian dari PPL Buyung Nurman asal Bengkulu tentang lemang sebagai makanan adat yang mengiringi acara pernikahan putri sahabat beliau.
Penulis hendak memulai tulisan ini dengan sebuah ungkapan yang sangat populer, yang bunyinya, " Tak lekang kena panas dan tak lapuk kena hujan. "
Juga ada pemeo yang akrab di telinga kita berbunyi, " Kalaulah tidak dapat dipakai semua tapi jangan ditinggalkan semuanya. "
Ungkapan dan pemeo itu agaknya masih sesuai, jika Penulis kaitkan dengan apa yang Penulis saksikan belum lama ini.
Pemandangan itu nampak tatkala Penulis menghadiri acara prosesi pernikahan putrinya seorang kerabat di jalan Sungai Rupat Kelurahan Pagar Dewa Kota Bengkulu.
Ada sesuatu hal yang menarik dan langkah menurut Penulis yang telah hampir tiga dasawarsa bermukim di Kota Bengkulu.
Dimana ditengah- tengah lingkaran duduk majelis akad nikah itu terdapat beberapa ikatan lemang yang berisi lebih kurang 10 potong setiap ikatnya  dan sudah di buang kulit luarnya, rapi indah sekali.
Manakala prosesi ijab qobul sepasang pengantin itu usai, yang ditandai dengan untaian do'a selamat oleh Penghulu dan Majlis sudah di bolehkan meninggalkan tempat, maka lemang itu dibagikan kepada yang di anggap pantas 1 - 2 potong perorang.
Dan memang tidak semua mendapat bagian karena jumlah lemangnya terbatas, namun ada kesan seolah-olah yang terpilih mendapatkan lemang itu adalah  orang terhormat dan "Punya Nama."
Melihat itu, Penulis penasaran lalu menanyakan kepada seseorang Tokoh yang tidak perlu disebut identitasnya, dan dijelaskan bahwa itulah namanya Lemang pernikahan.
Lemang pernikahan untuk suku Serawai dan Pasmah bagian Bengkulu Selatan sudah merupakan adat-istiadat yang turun temurun.
Lah, kalau di Kota Bengkulu yang penduduknya heterogen, berasal dari berbagai daerah, apa masih relevan  ?.
Akhirnya Penulis paham kalau kerabat Penulis itu, belum mau meninggalkan semuanya, adat yang berlaku di kampung asalnya dulu, boleh jadi karena ingat bunyi pemeo di atas.
Majulah kita semua. # B. Nurman Bengkulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H