Lanjutan artikel bagian 1....
3. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi menjadi sorotan penting dalam proses pembanguan ekonomi di NTB. Laju pertumuhan ekonomi periode I kepemimpian TGB berjalan tidak menggembirakan (minus), data BPS menunjukkan pada tahun 2011 laju pertumbuhan ekonomi -3,91 persen, artinya aktifitas ekonomi di NTB tidak mengalami kenaikan bahkan mengalami kemunduran, ini terjadi sampai tahun 2012 yaitu -1,54 persen.
Akan tetapi jika di bedah secara mendalam, ditemukannya pertumbuhan ekonomi semu yaitu pertumbuhan ekonomi yang di dorong oleh sektor pertambangan dan penggalian, yaitu sektor dengan karakteristik padat modal dan teknologi. Pertumbuhan ekonomi NTB tahun 2015 sebesar 21,77 persen dengan rincian sumbangan terbesar bersumber dari kategori pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 16,52 poin, diikuti oleh kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 1,11 poin; dan kategori Konstruksi sebesar 0,72.
Tingginya pertumbuhan pada sub kategori Pertambangan Bijih Logam, disebabkan oleh aktifitas perusahaan tambang bijih logam di Nusa Tenggara Barat mengalami peningkatan produksi setelah tidak beroperasi sementara sejak pertengahan tahun 2014. Namun, dengan angka pertumbuhan ekonomi sampai 21,77 persen di tahun 2015 tidak menyebabkan penurunan kemiskinan dan ketimpangan secara signifikan (kemiskinan di angka 17,10 persen dan ketimpangan 0,36 persen).
Pada tahun 2016 laju pertumuhan ekonomi tercatat hanya 5,82 persen. Penurunan ini di sebabkan oleh penurunan produksi pertambangan bijih logam yang di ikuti oleh jatuhnya harga komoditas pertambangan. Oleh karena itu, untuk terus menjaga pertumuhan ekonomi, pemerintah provinsi NTB wajib mencari sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru yang memiliki karakteristik pertumbuhan berkelanjutan, sektor pariwisata contohnya.Â
4. Nilai Tukar Petani (NTP)
NTP merupakan indikator proxy kesejahteraan petani, dengan membandingkan antara Indeks harga yg diterima petani dengan indeks harga yg dibayar petani. Jika NTP = 100, berarti petani mengalami impas, pendapatan petani sama dengan pengeluarannya. NTP< 100, berarti petani mengalami defisit, pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya. Sedangkan untuk NTP > 100, berarti petani mengalami surplus, artinya pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya.
Rendahnya NTP petani di NTB disebabkan oleh tidak adanya jaminan harga pasca panen. Sedangkan biaya produksi (benih, pupuk, pestisida) harganya terus mengalami kenaikan. Khusus untuk pupuk subsidi ditemukan penyelewengan diberbagai wilayah NTB. Selain itu, masalah krusial pertanian di NTB adalah jalur distribusi sektor pertanian yang cukup rumit, petani kesulitan dalam akses pasar, sehingga mereka menjual melalui para pengepul dengan harga yang murah.